LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI BIOLOGIS KOMPONEN PANGAN
EVALUASI NILAI BIOLOGIS PROTEIN SECARA IN VIVO METODE PERTUMBUHAN
LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI BIOLOGIS KOMPONEN PANGAN
EVALUASI NILAI BIOLOGIS PROTEIN SECARA IN VIVO METODE PERTUMBUHAN

DOSEN PENGAMPU :
MURSYID S.Gz. M.Si
OLEH :
BELLA SHANIA
J1A116030
THP 16 R002
KELOMPOK 3/SIFT 1
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Protein
merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan
makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting
dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila
organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai
sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang
selain mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan F.
Nilai
gizi protein pada makanan tidak hanya ditentukan berdasarkan kadar protein yang
terkandung didalam makanan tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang
menentukan ketersediaan asam-asam amino secara biologis atau dapat/tidaknya zat
gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Sifat dan mutu protein sebagai zat makanan
tergantung pada macam serta banyaknya asam-asam amino yang menyusun protein
tersebut. Maka dari itu, dikenal- lah suatu teknik evaluasi nilai gizi protein.
Evaluasi
nilai gizi protein dapat
dilakukan dengan metode in vitro (secara kimia, mikrobiologis, atau enzimatis) maupun
metode in vivo dengan menggunakan hewan percobaan, yang pada penelitian ini
menggunakan tikus putih. Secara biokimia, proses pertumbuhan merupakan suatu
petunjuk terjadinya biosintesis protein jaringan. Kebutuhan akan asam amino
untuk sintesis protein tubuhnya harus didapat dari luar sebagai makanan.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui
metode pertumbuhan dengan menghitung nilai FCE,PER, dan NPR
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tikus Percobaan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus
putih dengan nama ilmiah Rattus novergicus. Tikus putih (Rattus norvegicus)
banyak digunakan sebagai hewan coba karena mempunyai respon yang cepat serta
dapat memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia
maupun hewan lain. Dalam kode etik penelitian kesehatan dicantumkan bahwa salah
satu prinsip dasar riset biomedis dimana manusia sebagai subjek harus memenuhi
prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus didasarkan atas eksperimen
laboratorium dan hewan percobaan yang memadai serta berdasarkan pengetahuan
yang lengkap dari literatur ilmiah (Herlinda, 1999).
2.2 Protein
Istilah protein berasal dari bahasa Yunani Proteos yang
berarti utama atau yang didahulukan. Mengisolasi susunan tubuh yanng mengandung nitrogen dan
menamakannya protein. Protein terdiri dari satuan dasarnya yaitu asam amino
(biasa disebut juga dengan unit pembangunan protein). Protein adalah bagian dari semua
dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim,
zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan sebagian besar hormon
tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah
asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang
akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui
darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau
perombakan dari protein yang sudah rusak (Auliana, 1999).
Protein adalah bagian
dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air.
Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraseluler dan sebagian besar
hormone tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan
sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan
yang akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui
darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau
perombakan dari protein jaringan yang sudah rusak. Protein mempunyai fungsi
khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (
Auliana, R. 1999 ).
2.3 Teknik
Evaluasi Mutu Biologis Protein
Nilai gizi protein adalah mutu ukuran yang menunjukkan
seberapa banyak dan lengkap asam-asam aminon esensial dalam protein yang
dimakan dapat memenuhi kebutuhan manusia. Pada prinsipnya suatu protein yang
dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai
kebutuhan manusia mempunyai nilai yang tinggi . Nilai gizi protein pada makanan
tidak hanya yang ditentukan berdasarkan kadar protein yang terkandung di dalam
makanan, tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang menentukan ketersediaan
asam-asam amino secara biologis atau dapat atau tidaknya zat gizi tersebut
digunakan oleh tubuh. Tidak semua protein dalam bahan pangan yang dikonsumsi
dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan menjadi asam-asam amino. Dalam
bentuk asam aminolah protein dari susunan makanan dapat dimanfaatkan oleh tubuh
(Winarno, 1997).
Suatu cara penilaian untuk mengetahui avaibilitas protein dalam tubuh ini
disebut teknik evaluasi protein. Sacara garis besar, metode evaluasi mutu gizi
protein di golongkan menjadi 2 macam. Kedua metode tersebut yaitu metode secara
in vivo (secara kimia, mkrobiologis atau enzimatis) dan metode secara in vivo
(secara biologis menggunakan hewan percobaan secara utuh, termasuk manusia. Teknik evaluasi yang mendekati pada
keadaan yang sebenarnya dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan
percobaan. Metode yang digunakan tentu harus dapat mengevaluasi kemampuan
metabolisme suatu protein sebagaimana fungsinya, yaitu dapat meningkatkan
sintesis jaringan tubuh serta memelihara jaringan dan fungsi tubuh. Beberapa parameter dalam evaluasi mutu biologis protein
antara lain: Protein Efecienci Ratio (PER), Net Protein Ratio (NPR), Feed
conversion Efeciency (FCE), True Digestibility (TD), Biological Value (BV), dan
Net Protein Utilization (NPR) (Muchtadi, 2010).
2.3.1 PER (Protein Efficiency Ratio)
PER adalah suatu
pengujian 28 hari dengan kasein ANRC ( Animal Nutrition Research Council )
sebagai protein reverensi. Berat tikus dan konsumsi ransum harus diukur secara
berkala ( umumnya berat badan tikus tiap 2 hari, sedangkan konsumsi ransum
diukur tiap hari ). Tikus harus diberi kandang masing – masing ( 1 ekor dalam 1
kandang ) dan diberi ransum serta air minum ad libitum yang berarti tikus –
tikus tersebut diberi keleluasaan kapan saja mereka mau makan dan minum serta
jumlahnya tidak dibatasi.
Perhitungan PER dilakukan dengan menggunakan rumus :
PER =
Prosedur PER yang ditetapkan oleh AOAC
ini mempunyai beberapa masalah, antara lain adalah komposisi ransum. Dimana hal
ini banyak dimodifikasi disesuaikan dengan ketersediaan bahan – bahan ditempat
si peneliti. Telah diteliti bahwa yang paling berpengaruh terhadap nilai PER
adalah kadar protein dalam ransum. Oleh karena keseragaman ditetapkan bahwa
kadar protein ransum adalah 100 % (Muchtadi,1989).
2.3.2
NPR (
Net Protein Ratio)
NPR
( Net Protein Ratio ) bertujuan
untuk memecahkan masalah – masalah teoritis yang terdapat pada PER. Dalam
penentuan NPR, baik ransum maupun persyaratan tikus yang digunakan sama dengan
yang terdapat pada penentuan PER. Bedanya adalah pada NPR ditambahkan 1 grup
tikus yang diberi ransum non protein dan percobaan hanya dilakukan selama 10
hari.
NPR dihitung dengan menggunakan rumus :
NPR =
Penurunan
berat dihitung sebagai angka rata – rata penurunan berat badan dari grup tikus
yang menerima ransum non protein. NPR dihitung untuk tiap – tiap ekor tikus dan
nilai rata – ratanya dihitung untuk tiap grup. Selanjutnya nilai NPR rata –
rata tersebut dinyatakan sebagai persentase dari nilai NPR kasein sebagai grup
control (Muchtadi,
1989).
2.3.3 FCE
(Feed Coversion Efeciency)
Kurva pertumbuhan dibuat dengan
menempatkan rataan pertambahan bobot badan (pada sumbu y) terhadap hari
percobaan (pada sumbu x). Penentuan FCE dilakukan dengan cara menimbang bobot
tikus setiap dua hari sekali selama 28 hari dan menimbang jumlah ransum yang
dikonsumsi setiap hari (Permadi, 2011).
Perhitungan FCE dilakukan dengan
menggunakan rumus:
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini berlangsung pada hari Senin, 01 Oktober 2018 pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai, bertempat dilaboraturium kimia Universitas
Jambi Pondok Meja.
3.2
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu alat
tulis berserta data pengamatan
3.3
Prosedur Kerja
Disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Dihitung kenaikan rata-rata berat
badan tiap kelompok. Dihitung berapa total konsumsi tiap kelompok. Kemudian
dibuat grafik pertumbuhan dari keempat kelompok. Dihitung nilai FCE, PER dan
NPR dengan rumus:
NPR =
NPR =
Kemudian dibuat grafik perbandingan nilai FCE, PER dan NPR
antara kelompok tikus yang diberi protein standar, sampe 1 dan sampel 2. Serta
dibuat grafik pertumbuhan dari masing-masing sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Kenaikan Berat Badan
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-11
|
-17
|
-9
|
-12
|
-11
|
-12
|
Protein
Standar
|
83
|
75
|
74
|
77
|
67
|
75,2
|
Sampel
1
|
67
|
66
|
66
|
58
|
54
|
62,2
|
Sampel
2
|
61
|
60
|
56
|
63
|
63
|
60,6
|
Tabel 2. Total Konsumsi
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
110,71
|
87,34
|
112,3
|
120,68
|
100,5
|
106,306
|
Protein
Standar
|
353,44
|
295,27
|
287,27
|
314,8
|
274,6
|
305,076
|
Sampel
1
|
294,63
|
296,9
|
288,24
|
266,9
|
328,58
|
295,05
|
Sampel
2
|
293,78
|
292,05
|
279,9
|
325,11
|
322,52
|
302,672
|
Tabel 3. Menghitung Nilai FCE
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Protein
Standar
|
23,48
|
25,40
|
25,75
|
24,45
|
24,39
|
24,694
|
Sampel
1
|
22,74
|
22,22
|
22,89
|
21,73
|
16,43
|
21,202
|
Sampel
2
|
20,76
|
20,54
|
20,00
|
19,37
|
19,53
|
20,044
|
Tabel 4. Menghitung Nilai PER
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Protein
Standar
|
2,34
|
2,53
|
2,57
|
2,44
|
2,43
|
2,462
|
Sampel
1
|
2,27
|
2,22
|
2,28
|
2,17
|
1,64
|
2,116
|
Sampel
2
|
2,07
|
2,05
|
2,00
|
1,93
|
1,95
|
2.004
|
Tabel 5. Menghitung Nilai NPR
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Protein
Standar
|
2,68
|
2,94
|
2,99
|
2,82
|
2,87
|
2,86
|
Sampel
1
|
2,68
|
2,62
|
2,70
|
2,62
|
2,00
|
2,52
|
Sampel
2
|
2,48
|
2,46
|
2,42
|
2,30
|
2,32
|
2,40
|
Tabel 6. Hasil dari empat kelompok
Non Protein
|
Protein
Standar
|
Sampel1
|
Sampel 2
|
|
1
|
41
|
38.4
|
48
|
54.8
|
3
|
38.6
|
43
|
55.8
|
57.4
|
5
|
37.2
|
48
|
57.4
|
63
|
7
|
35.2
|
52
|
60.6
|
63.6
|
9
|
34.6
|
60.6
|
69
|
72.4
|
11
|
34.2
|
67.2
|
73.6
|
78
|
13
|
33.8
|
74.8
|
80.6
|
85
|
15
|
32.2
|
78.4
|
83.8
|
89
|
17
|
31.8
|
83
|
87.8
|
94.4
|
19
|
30.4
|
87.2
|
92.4
|
96.6
|
21
|
29.8
|
92.2
|
98
|
102.6
|
23
|
29.2
|
92
|
100.6
|
104.2
|
25
|
29
|
98.6
|
103.8
|
109.4
|
27
|
29.4
|
105.6
|
109.2
|
112.6
|
29
|
29
|
113.6
|
110.2
|
115.4
|
Grafik
1. Pertumbuhan nilai dari empat kelompok

Grafik 2. Nilai FCE

Tabel 3. Nilai PER

Tabel 4. Nilai NPR

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini membahas tentang
nilai biologis protein secara in vivo dengan menggunakan metode pertumbuhan. Protein
adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh
setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan
sebagian besar hormon tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan
dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai
dengan jaringan yang akan dibentuk. Uji biologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Uji biologis
dilakukan dengan melibatkan penggunaan hewan percobaan (tikus) dan juga
menggunakan manusia. Nilai biologis merupakan harga atau jumlah fraksi nitrogen
yang masuk kedalam tubuh yang kemudian dapat ditahan oleh tubuh dan
dimanfaatkan dalam proses pertumbuhan, atau untuk menjaga supaya tubuh tetap
dalam keadaan normal.
- Kenaikan Berat Badan
Berdasarkan kenaikan berat badan diketahui bahwa tikus
yang diberikan ransum non protein, berat badannya cenderung turun dari berat awal hingga rata- rata
menjadi -12 gr pada akhir perlakuan. Sedangkan pada tikus yang diberikan ransum
yang mengandung protein standar cenderung meningkat sehingga diketahui
rata-ratanya yaitu 75,2. Sehingga mengalami penurunan kembali pada sampel 1 dan
2 62,2 dan 60,2. Penurunan berat badan pada tikus yang diberikan ransum non
protein disebabkan karena dalam ransum tidak mengandung protein yang fungsi
utamanya untuk pertumbuhan jaringan baru. Tidak adanya kandungan protein dalam
ransum menyebabkan tidak adanya suplay protein yang membantu pertumbuhan
jaringan yang baru, dimana kita ketahui tikus ini masih pada masa pertumbuhan. Selain
dari itu ada penyebab yang secara tidak langsung yang dapat mempengaruhi
perubahan berat badan tikus, yaitu faktor lingkungan yang kurang baik yang
dapat menyebabkan tikus tersebut mudah mengalami stres. Sehingga pada akhirnya
mengganggu nafsu makan dari tikus itu sendiri.
- Total Konsumsi
Pada total konsumsi didapatkan
rata-rata pada non protein adalah 106,306 protein standart 305, 076 sampel 1
295,05 sampel 2 yaitu 302,672. Pada total konsumsi non protein mengalami
penurunan yang kemungkinan disebabkan karena tingkat
kesukaan tikus tersebut terhadap ransum yang diberikan dan juga kualitas dari
ransum yang diberikan dapat mempengaruhi konsumsi tikus terhadap ransum yang
diberikan. secara tidak langsung dapat juga disebabkan karena faktor lingkungan
yang tidak baik sehingga menyebabkan tikus mengalami stress yang dapat
berpengaruh pada nafsu makan tikus
- FCE (Protein Efficiency Ratio)
Nilai FCE menerangkan
korelasi antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan konsumsi
ransumnya (gram) selama masa percobaan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan
semakin efisien ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus
percobaan. Nilai FCE masing-masing perlakuan. Hasil perhitungan pengamatan
berat badan tikus dan perbandingan nilai FCE disajikan pada hasil pengamatan.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa setiap kelompok tikus percobaan
memiliki profil perkembangan berat badan masing-masing. Kelompok tikus yang
mengalami peningkatan berat badan paling tinggi yaitu kelompok tikus yang
diberi perlakuan ransum protein standar, selanjutnya diikuti oleh
kelompok tikus yang diberikan perlakuan ransum tempe (sampel 1) yang relatif
sama peningkatan berat badannya dengan kelompok tikus yang diberi perlakuan
ransum kasein (sampel 2).
- PER (Protein Efficiency Ratio)
Nilai PER diperoleh
dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan jumlah
protein yang dikonsumsi. PER menentukan efektivitas protein melalui pengukuran
pertumbuhan hewan percobaan. erdasarkan hasil perhitungan PER pada percobaan
yang dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai PER pada grup tikus yang diberi
ramsum non protein tidak ada karena konsumsi proteinnya nol/tidak ada.
Berdasarkan teori yaitu sebesar semakin tinggi pertambahan berat badan maka
semakin tinggi nilai PER, hal tersebut menunjukan bahwa protein yang diberikan
digunakan dengan baik untuk pertumbuhan.
edangkan pada tikus yang diberikan non protein berat badannya mengalami
penurunan.
- NPR (net protein ratio)
Metode ini
diikutsertakan satu kelompok tikus yang diberi ransum tanpa protein.
Perbandingan nilai NPR untuk setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil NPR,
tidak terdapat perbedaan hal ini disebabkan karena nilai rata-rata yang didpati
tidak berbeda jauh. Artinya setiap kelompok tikus percobaan memiliki
ketersediaan protein yang mencukupi untuk pemeliharaan tubuh. Nilai NPR
memecahkan masalah-masalah teoritis yang terdapat dalam metode PER. Dalam PER,
semua protein yang dikonsumsi dianggap hanya digunakan untuk pertumbuhan.
Padahal, protein yang dikonsumsi tersebut sebagian ada yang digunakan untuk
pemeliharaan tubuh. Jika dikaitkan antara nilai PER dan NPR pada kelompok
ransum perlakuan, pada protein standar merupakan ransum yang cukup baik untuk
pemeliharaan tubuh.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Praktikum ini dapat disimpulkan Uji biologis merupakan salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang
diberikan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan semakin efisien
ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus percobaan sehingga
rata-rata didapatkan protein standar yang paling tinggi yaitu 24,694. Nilai PER
diperoleh dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan
dengan jumlah protein yang dikonsumsi sehingga mendapatkan nilai rata-rata 2,462 yang
paling tinggi yaitu protein standar. Nilai NPR diperolehdari perbandingan
antara bobot badan tikus yang paling tinggi yaitu protein standar dengan
rata-rata 2,86. Didapat kan bahwa Protein standar paling
baik untuk ransum tikus selanjutnya diikuti sampel 1 dan sampel 2.
5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan agar
lebih teliti dalam menghitung setiap data perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Auliana,
R. 1999. Gizi dan Pengolahan Pangan. Ardiantia: Jakarta
Herlinda , D. 1999. Evaluasi Nilai Gizi Pangan, . Departemen
Pendidikan. Institut Pertanian Bogor
Muchtadi.
1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Jendral Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB: Bogor
Muchtadi,
Irwan. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Alfabeta: Bandung
Permadi,
Irwan. 2011. Evaluasi Mutu Protein Fruit Soy Bar dan Efeknya Terhadap Berat
Badan Tikus Percobaan. (Skripsi). IPB: Bogor
Winarno,
F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi: Gramedia: Jakarta
LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI BIOLOGIS KOMPONEN PANGAN
EVALUASI NILAI BIOLOGIS PROTEIN SECARA IN VIVO METODE PERTUMBUHAN

DOSEN PENGAMPU :
MURSYID S.Gz. M.Si
OLEH :
BELLA SHANIA
J1A116030
THP 16 R002
KELOMPOK 3/SIFT 1
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Protein
merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan
makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting
dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila
organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai
sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang
selain mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan F.
Nilai
gizi protein pada makanan tidak hanya ditentukan berdasarkan kadar protein yang
terkandung didalam makanan tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang
menentukan ketersediaan asam-asam amino secara biologis atau dapat/tidaknya zat
gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Sifat dan mutu protein sebagai zat makanan
tergantung pada macam serta banyaknya asam-asam amino yang menyusun protein
tersebut. Maka dari itu, dikenal- lah suatu teknik evaluasi nilai gizi protein.
Evaluasi
nilai gizi protein dapat
dilakukan dengan metode in vitro (secara kimia, mikrobiologis, atau enzimatis) maupun
metode in vivo dengan menggunakan hewan percobaan, yang pada penelitian ini
menggunakan tikus putih. Secara biokimia, proses pertumbuhan merupakan suatu
petunjuk terjadinya biosintesis protein jaringan. Kebutuhan akan asam amino
untuk sintesis protein tubuhnya harus didapat dari luar sebagai makanan.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui
metode pertumbuhan dengan menghitung nilai FCE,PER, dan NPR
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tikus Percobaan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus
putih dengan nama ilmiah Rattus novergicus. Tikus putih (Rattus norvegicus)
banyak digunakan sebagai hewan coba karena mempunyai respon yang cepat serta
dapat memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia
maupun hewan lain. Dalam kode etik penelitian kesehatan dicantumkan bahwa salah
satu prinsip dasar riset biomedis dimana manusia sebagai subjek harus memenuhi
prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus didasarkan atas eksperimen
laboratorium dan hewan percobaan yang memadai serta berdasarkan pengetahuan
yang lengkap dari literatur ilmiah (Herlinda, 1999).
2.2 Protein
Istilah protein berasal dari bahasa Yunani Proteos yang
berarti utama atau yang didahulukan. Mengisolasi susunan tubuh yanng mengandung nitrogen dan
menamakannya protein. Protein terdiri dari satuan dasarnya yaitu asam amino
(biasa disebut juga dengan unit pembangunan protein). Protein adalah bagian dari semua
dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim,
zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan sebagian besar hormon
tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah
asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang
akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui
darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau
perombakan dari protein yang sudah rusak (Auliana, 1999).
Protein adalah bagian
dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air.
Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraseluler dan sebagian besar
hormone tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan
sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan
yang akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui
darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau
perombakan dari protein jaringan yang sudah rusak. Protein mempunyai fungsi
khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (
Auliana, R. 1999 ).
2.3 Teknik
Evaluasi Mutu Biologis Protein
Nilai gizi protein adalah mutu ukuran yang menunjukkan
seberapa banyak dan lengkap asam-asam aminon esensial dalam protein yang
dimakan dapat memenuhi kebutuhan manusia. Pada prinsipnya suatu protein yang
dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai
kebutuhan manusia mempunyai nilai yang tinggi . Nilai gizi protein pada makanan
tidak hanya yang ditentukan berdasarkan kadar protein yang terkandung di dalam
makanan, tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang menentukan ketersediaan
asam-asam amino secara biologis atau dapat atau tidaknya zat gizi tersebut
digunakan oleh tubuh. Tidak semua protein dalam bahan pangan yang dikonsumsi
dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan menjadi asam-asam amino. Dalam
bentuk asam aminolah protein dari susunan makanan dapat dimanfaatkan oleh tubuh
(Winarno, 1997).
Suatu cara penilaian untuk mengetahui avaibilitas protein dalam tubuh ini
disebut teknik evaluasi protein. Sacara garis besar, metode evaluasi mutu gizi
protein di golongkan menjadi 2 macam. Kedua metode tersebut yaitu metode secara
in vivo (secara kimia, mkrobiologis atau enzimatis) dan metode secara in vivo
(secara biologis menggunakan hewan percobaan secara utuh, termasuk manusia. Teknik evaluasi yang mendekati pada
keadaan yang sebenarnya dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan
percobaan. Metode yang digunakan tentu harus dapat mengevaluasi kemampuan
metabolisme suatu protein sebagaimana fungsinya, yaitu dapat meningkatkan
sintesis jaringan tubuh serta memelihara jaringan dan fungsi tubuh. Beberapa parameter dalam evaluasi mutu biologis protein
antara lain: Protein Efecienci Ratio (PER), Net Protein Ratio (NPR), Feed
conversion Efeciency (FCE), True Digestibility (TD), Biological Value (BV), dan
Net Protein Utilization (NPR) (Muchtadi, 2010).
2.3.1 PER (Protein Efficiency Ratio)
PER adalah suatu
pengujian 28 hari dengan kasein ANRC ( Animal Nutrition Research Council )
sebagai protein reverensi. Berat tikus dan konsumsi ransum harus diukur secara
berkala ( umumnya berat badan tikus tiap 2 hari, sedangkan konsumsi ransum
diukur tiap hari ). Tikus harus diberi kandang masing – masing ( 1 ekor dalam 1
kandang ) dan diberi ransum serta air minum ad libitum yang berarti tikus –
tikus tersebut diberi keleluasaan kapan saja mereka mau makan dan minum serta
jumlahnya tidak dibatasi.
Perhitungan PER dilakukan dengan menggunakan rumus :
PER =
Prosedur PER yang ditetapkan oleh AOAC
ini mempunyai beberapa masalah, antara lain adalah komposisi ransum. Dimana hal
ini banyak dimodifikasi disesuaikan dengan ketersediaan bahan – bahan ditempat
si peneliti. Telah diteliti bahwa yang paling berpengaruh terhadap nilai PER
adalah kadar protein dalam ransum. Oleh karena keseragaman ditetapkan bahwa
kadar protein ransum adalah 100 % (Muchtadi,1989).
2.3.2
NPR (
Net Protein Ratio)
NPR
( Net Protein Ratio ) bertujuan
untuk memecahkan masalah – masalah teoritis yang terdapat pada PER. Dalam
penentuan NPR, baik ransum maupun persyaratan tikus yang digunakan sama dengan
yang terdapat pada penentuan PER. Bedanya adalah pada NPR ditambahkan 1 grup
tikus yang diberi ransum non protein dan percobaan hanya dilakukan selama 10
hari.
NPR dihitung dengan menggunakan rumus :
NPR =
Penurunan
berat dihitung sebagai angka rata – rata penurunan berat badan dari grup tikus
yang menerima ransum non protein. NPR dihitung untuk tiap – tiap ekor tikus dan
nilai rata – ratanya dihitung untuk tiap grup. Selanjutnya nilai NPR rata –
rata tersebut dinyatakan sebagai persentase dari nilai NPR kasein sebagai grup
control (Muchtadi,
1989).
2.3.3 FCE
(Feed Coversion Efeciency)
Kurva pertumbuhan dibuat dengan
menempatkan rataan pertambahan bobot badan (pada sumbu y) terhadap hari
percobaan (pada sumbu x). Penentuan FCE dilakukan dengan cara menimbang bobot
tikus setiap dua hari sekali selama 28 hari dan menimbang jumlah ransum yang
dikonsumsi setiap hari (Permadi, 2011).
Perhitungan FCE dilakukan dengan
menggunakan rumus:
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini berlangsung pada hari Senin, 01 Oktober 2018 pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai, bertempat dilaboraturium kimia Universitas
Jambi Pondok Meja.
3.2
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu alat
tulis berserta data pengamatan
3.3
Prosedur Kerja
Disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Dihitung kenaikan rata-rata berat
badan tiap kelompok. Dihitung berapa total konsumsi tiap kelompok. Kemudian
dibuat grafik pertumbuhan dari keempat kelompok. Dihitung nilai FCE, PER dan
NPR dengan rumus:
NPR =
NPR =
Kemudian dibuat grafik perbandingan nilai FCE, PER dan NPR
antara kelompok tikus yang diberi protein standar, sampe 1 dan sampel 2. Serta
dibuat grafik pertumbuhan dari masing-masing sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Kenaikan Berat Badan
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-11
|
-17
|
-9
|
-12
|
-11
|
-12
|
Protein
Standar
|
83
|
75
|
74
|
77
|
67
|
75,2
|
Sampel
1
|
67
|
66
|
66
|
58
|
54
|
62,2
|
Sampel
2
|
61
|
60
|
56
|
63
|
63
|
60,6
|
Tabel 2. Total Konsumsi
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
110,71
|
87,34
|
112,3
|
120,68
|
100,5
|
106,306
|
Protein
Standar
|
353,44
|
295,27
|
287,27
|
314,8
|
274,6
|
305,076
|
Sampel
1
|
294,63
|
296,9
|
288,24
|
266,9
|
328,58
|
295,05
|
Sampel
2
|
293,78
|
292,05
|
279,9
|
325,11
|
322,52
|
302,672
|
Tabel 3. Menghitung Nilai FCE
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Protein
Standar
|
23,48
|
25,40
|
25,75
|
24,45
|
24,39
|
24,694
|
Sampel
1
|
22,74
|
22,22
|
22,89
|
21,73
|
16,43
|
21,202
|
Sampel
2
|
20,76
|
20,54
|
20,00
|
19,37
|
19,53
|
20,044
|
Tabel 4. Menghitung Nilai PER
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Protein
Standar
|
2,34
|
2,53
|
2,57
|
2,44
|
2,43
|
2,462
|
Sampel
1
|
2,27
|
2,22
|
2,28
|
2,17
|
1,64
|
2,116
|
Sampel
2
|
2,07
|
2,05
|
2,00
|
1,93
|
1,95
|
2.004
|
Tabel 5. Menghitung Nilai NPR
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Protein
Standar
|
2,68
|
2,94
|
2,99
|
2,82
|
2,87
|
2,86
|
Sampel
1
|
2,68
|
2,62
|
2,70
|
2,62
|
2,00
|
2,52
|
Sampel
2
|
2,48
|
2,46
|
2,42
|
2,30
|
2,32
|
2,40
|
Tabel 6. Hasil dari empat kelompok
Non Protein
|
Protein
Standar
|
Sampel1
|
Sampel 2
|
|
1
|
41
|
38.4
|
48
|
54.8
|
3
|
38.6
|
43
|
55.8
|
57.4
|
5
|
37.2
|
48
|
57.4
|
63
|
7
|
35.2
|
52
|
60.6
|
63.6
|
9
|
34.6
|
60.6
|
69
|
72.4
|
11
|
34.2
|
67.2
|
73.6
|
78
|
13
|
33.8
|
74.8
|
80.6
|
85
|
15
|
32.2
|
78.4
|
83.8
|
89
|
17
|
31.8
|
83
|
87.8
|
94.4
|
19
|
30.4
|
87.2
|
92.4
|
96.6
|
21
|
29.8
|
92.2
|
98
|
102.6
|
23
|
29.2
|
92
|
100.6
|
104.2
|
25
|
29
|
98.6
|
103.8
|
109.4
|
27
|
29.4
|
105.6
|
109.2
|
112.6
|
29
|
29
|
113.6
|
110.2
|
115.4
|
Grafik
1. Pertumbuhan nilai dari empat kelompok

Grafik 2. Nilai FCE

Tabel 3. Nilai PER

Tabel 4. Nilai NPR

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini membahas tentang
nilai biologis protein secara in vivo dengan menggunakan metode pertumbuhan. Protein
adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh
setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan
sebagian besar hormon tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan
dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai
dengan jaringan yang akan dibentuk. Uji biologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Uji biologis
dilakukan dengan melibatkan penggunaan hewan percobaan (tikus) dan juga
menggunakan manusia. Nilai biologis merupakan harga atau jumlah fraksi nitrogen
yang masuk kedalam tubuh yang kemudian dapat ditahan oleh tubuh dan
dimanfaatkan dalam proses pertumbuhan, atau untuk menjaga supaya tubuh tetap
dalam keadaan normal.
- Kenaikan Berat Badan
Berdasarkan kenaikan berat badan diketahui bahwa tikus
yang diberikan ransum non protein, berat badannya cenderung turun dari berat awal hingga rata- rata
menjadi -12 gr pada akhir perlakuan. Sedangkan pada tikus yang diberikan ransum
yang mengandung protein standar cenderung meningkat sehingga diketahui
rata-ratanya yaitu 75,2. Sehingga mengalami penurunan kembali pada sampel 1 dan
2 62,2 dan 60,2. Penurunan berat badan pada tikus yang diberikan ransum non
protein disebabkan karena dalam ransum tidak mengandung protein yang fungsi
utamanya untuk pertumbuhan jaringan baru. Tidak adanya kandungan protein dalam
ransum menyebabkan tidak adanya suplay protein yang membantu pertumbuhan
jaringan yang baru, dimana kita ketahui tikus ini masih pada masa pertumbuhan. Selain
dari itu ada penyebab yang secara tidak langsung yang dapat mempengaruhi
perubahan berat badan tikus, yaitu faktor lingkungan yang kurang baik yang
dapat menyebabkan tikus tersebut mudah mengalami stres. Sehingga pada akhirnya
mengganggu nafsu makan dari tikus itu sendiri.
- Total Konsumsi
Pada total konsumsi didapatkan
rata-rata pada non protein adalah 106,306 protein standart 305, 076 sampel 1
295,05 sampel 2 yaitu 302,672. Pada total konsumsi non protein mengalami
penurunan yang kemungkinan disebabkan karena tingkat
kesukaan tikus tersebut terhadap ransum yang diberikan dan juga kualitas dari
ransum yang diberikan dapat mempengaruhi konsumsi tikus terhadap ransum yang
diberikan. secara tidak langsung dapat juga disebabkan karena faktor lingkungan
yang tidak baik sehingga menyebabkan tikus mengalami stress yang dapat
berpengaruh pada nafsu makan tikus
- FCE (Protein Efficiency Ratio)
Nilai FCE menerangkan
korelasi antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan konsumsi
ransumnya (gram) selama masa percobaan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan
semakin efisien ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus
percobaan. Nilai FCE masing-masing perlakuan. Hasil perhitungan pengamatan
berat badan tikus dan perbandingan nilai FCE disajikan pada hasil pengamatan.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa setiap kelompok tikus percobaan
memiliki profil perkembangan berat badan masing-masing. Kelompok tikus yang
mengalami peningkatan berat badan paling tinggi yaitu kelompok tikus yang
diberi perlakuan ransum protein standar, selanjutnya diikuti oleh
kelompok tikus yang diberikan perlakuan ransum tempe (sampel 1) yang relatif
sama peningkatan berat badannya dengan kelompok tikus yang diberi perlakuan
ransum kasein (sampel 2).
- PER (Protein Efficiency Ratio)
Nilai PER diperoleh
dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan jumlah
protein yang dikonsumsi. PER menentukan efektivitas protein melalui pengukuran
pertumbuhan hewan percobaan. erdasarkan hasil perhitungan PER pada percobaan
yang dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai PER pada grup tikus yang diberi
ramsum non protein tidak ada karena konsumsi proteinnya nol/tidak ada.
Berdasarkan teori yaitu sebesar semakin tinggi pertambahan berat badan maka
semakin tinggi nilai PER, hal tersebut menunjukan bahwa protein yang diberikan
digunakan dengan baik untuk pertumbuhan.
edangkan pada tikus yang diberikan non protein berat badannya mengalami
penurunan.
- NPR (net protein ratio)
Metode ini
diikutsertakan satu kelompok tikus yang diberi ransum tanpa protein.
Perbandingan nilai NPR untuk setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil NPR,
tidak terdapat perbedaan hal ini disebabkan karena nilai rata-rata yang didpati
tidak berbeda jauh. Artinya setiap kelompok tikus percobaan memiliki
ketersediaan protein yang mencukupi untuk pemeliharaan tubuh. Nilai NPR
memecahkan masalah-masalah teoritis yang terdapat dalam metode PER. Dalam PER,
semua protein yang dikonsumsi dianggap hanya digunakan untuk pertumbuhan.
Padahal, protein yang dikonsumsi tersebut sebagian ada yang digunakan untuk
pemeliharaan tubuh. Jika dikaitkan antara nilai PER dan NPR pada kelompok
ransum perlakuan, pada protein standar merupakan ransum yang cukup baik untuk
pemeliharaan tubuh.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Praktikum ini dapat disimpulkan Uji biologis merupakan salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang
diberikan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan semakin efisien
ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus percobaan sehingga
rata-rata didapatkan protein standar yang paling tinggi yaitu 24,694. Nilai PER
diperoleh dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan
dengan jumlah protein yang dikonsumsi sehingga mendapatkan nilai rata-rata 2,462 yang
paling tinggi yaitu protein standar. Nilai NPR diperolehdari perbandingan
antara bobot badan tikus yang paling tinggi yaitu protein standar dengan
rata-rata 2,86. Didapat kan bahwa Protein standar paling
baik untuk ransum tikus selanjutnya diikuti sampel 1 dan sampel 2.
5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan agar
lebih teliti dalam menghitung setiap data perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Auliana,
R. 1999. Gizi dan Pengolahan Pangan. Ardiantia: Jakarta
Herlinda , D. 1999. Evaluasi Nilai Gizi Pangan, . Departemen
Pendidikan. Institut Pertanian Bogor
Muchtadi.
1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Jendral Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB: Bogor
Muchtadi,
Irwan. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Alfabeta: Bandung
Permadi,
Irwan. 2011. Evaluasi Mutu Protein Fruit Soy Bar dan Efeknya Terhadap Berat
Badan Tikus Percobaan. (Skripsi). IPB: Bogor
Winarno,
F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi: Gramedia: Jakarta
DOSEN PENGAMPU :
MURSYID S.Gz. M.Si
OLEH :
BELLA SHANIA
J1A116030
THP 16 R002
KELOMPOK 3/SIFT 1
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Protein
merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan
makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting
dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila
organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai
sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang
selain mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan F.
Nilai
gizi protein pada makanan tidak hanya ditentukan berdasarkan kadar protein yang
terkandung didalam makanan tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang
menentukan ketersediaan asam-asam amino secara biologis atau dapat/tidaknya zat
gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Sifat dan mutu protein sebagai zat makanan
tergantung pada macam serta banyaknya asam-asam amino yang menyusun protein
tersebut. Maka dari itu, dikenal- lah suatu teknik evaluasi nilai gizi protein.
Evaluasi
nilai gizi protein dapat
dilakukan dengan metode in vitro (secara kimia, mikrobiologis, atau enzimatis) maupun
metode in vivo dengan menggunakan hewan percobaan, yang pada penelitian ini
menggunakan tikus putih. Secara biokimia, proses pertumbuhan merupakan suatu
petunjuk terjadinya biosintesis protein jaringan. Kebutuhan akan asam amino
untuk sintesis protein tubuhnya harus didapat dari luar sebagai makanan.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui
metode pertumbuhan dengan menghitung nilai FCE,PER, dan NPR
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tikus Percobaan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus
putih dengan nama ilmiah Rattus novergicus. Tikus putih (Rattus norvegicus)
banyak digunakan sebagai hewan coba karena mempunyai respon yang cepat serta
dapat memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia
maupun hewan lain. Dalam kode etik penelitian kesehatan dicantumkan bahwa salah
satu prinsip dasar riset biomedis dimana manusia sebagai subjek harus memenuhi
prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus didasarkan atas eksperimen
laboratorium dan hewan percobaan yang memadai serta berdasarkan pengetahuan
yang lengkap dari literatur ilmiah (Herlinda, 1999).
2.2 Protein
Istilah protein berasal dari bahasa Yunani Proteos yang
berarti utama atau yang didahulukan. Mengisolasi susunan tubuh yanng mengandung nitrogen dan
menamakannya protein. Protein terdiri dari satuan dasarnya yaitu asam amino
(biasa disebut juga dengan unit pembangunan protein). Protein adalah bagian dari semua
dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim,
zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan sebagian besar hormon
tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah
asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang
akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui
darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau
perombakan dari protein yang sudah rusak (Auliana, 1999).
Protein adalah bagian
dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air.
Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraseluler dan sebagian besar
hormone tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan
sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan
yang akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui
darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau
perombakan dari protein jaringan yang sudah rusak. Protein mempunyai fungsi
khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (
Auliana, R. 1999 ).
2.3 Teknik
Evaluasi Mutu Biologis Protein
Nilai gizi protein adalah mutu ukuran yang menunjukkan
seberapa banyak dan lengkap asam-asam aminon esensial dalam protein yang
dimakan dapat memenuhi kebutuhan manusia. Pada prinsipnya suatu protein yang
dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai
kebutuhan manusia mempunyai nilai yang tinggi . Nilai gizi protein pada makanan
tidak hanya yang ditentukan berdasarkan kadar protein yang terkandung di dalam
makanan, tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang menentukan ketersediaan
asam-asam amino secara biologis atau dapat atau tidaknya zat gizi tersebut
digunakan oleh tubuh. Tidak semua protein dalam bahan pangan yang dikonsumsi
dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan menjadi asam-asam amino. Dalam
bentuk asam aminolah protein dari susunan makanan dapat dimanfaatkan oleh tubuh
(Winarno, 1997).
Suatu cara penilaian untuk mengetahui avaibilitas protein dalam tubuh ini
disebut teknik evaluasi protein. Sacara garis besar, metode evaluasi mutu gizi
protein di golongkan menjadi 2 macam. Kedua metode tersebut yaitu metode secara
in vivo (secara kimia, mkrobiologis atau enzimatis) dan metode secara in vivo
(secara biologis menggunakan hewan percobaan secara utuh, termasuk manusia. Teknik evaluasi yang mendekati pada
keadaan yang sebenarnya dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan
percobaan. Metode yang digunakan tentu harus dapat mengevaluasi kemampuan
metabolisme suatu protein sebagaimana fungsinya, yaitu dapat meningkatkan
sintesis jaringan tubuh serta memelihara jaringan dan fungsi tubuh. Beberapa parameter dalam evaluasi mutu biologis protein
antara lain: Protein Efecienci Ratio (PER), Net Protein Ratio (NPR), Feed
conversion Efeciency (FCE), True Digestibility (TD), Biological Value (BV), dan
Net Protein Utilization (NPR) (Muchtadi, 2010).
2.3.1 PER (Protein Efficiency Ratio)
PER adalah suatu
pengujian 28 hari dengan kasein ANRC ( Animal Nutrition Research Council )
sebagai protein reverensi. Berat tikus dan konsumsi ransum harus diukur secara
berkala ( umumnya berat badan tikus tiap 2 hari, sedangkan konsumsi ransum
diukur tiap hari ). Tikus harus diberi kandang masing – masing ( 1 ekor dalam 1
kandang ) dan diberi ransum serta air minum ad libitum yang berarti tikus –
tikus tersebut diberi keleluasaan kapan saja mereka mau makan dan minum serta
jumlahnya tidak dibatasi.
Perhitungan PER dilakukan dengan menggunakan rumus :
PER =
Prosedur PER yang ditetapkan oleh AOAC
ini mempunyai beberapa masalah, antara lain adalah komposisi ransum. Dimana hal
ini banyak dimodifikasi disesuaikan dengan ketersediaan bahan – bahan ditempat
si peneliti. Telah diteliti bahwa yang paling berpengaruh terhadap nilai PER
adalah kadar protein dalam ransum. Oleh karena keseragaman ditetapkan bahwa
kadar protein ransum adalah 100 % (Muchtadi,1989).
2.3.2
NPR (
Net Protein Ratio)
NPR
( Net Protein Ratio ) bertujuan
untuk memecahkan masalah – masalah teoritis yang terdapat pada PER. Dalam
penentuan NPR, baik ransum maupun persyaratan tikus yang digunakan sama dengan
yang terdapat pada penentuan PER. Bedanya adalah pada NPR ditambahkan 1 grup
tikus yang diberi ransum non protein dan percobaan hanya dilakukan selama 10
hari.
NPR dihitung dengan menggunakan rumus :
NPR =
Penurunan
berat dihitung sebagai angka rata – rata penurunan berat badan dari grup tikus
yang menerima ransum non protein. NPR dihitung untuk tiap – tiap ekor tikus dan
nilai rata – ratanya dihitung untuk tiap grup. Selanjutnya nilai NPR rata –
rata tersebut dinyatakan sebagai persentase dari nilai NPR kasein sebagai grup
control (Muchtadi,
1989).
2.3.3 FCE
(Feed Coversion Efeciency)
Kurva pertumbuhan dibuat dengan
menempatkan rataan pertambahan bobot badan (pada sumbu y) terhadap hari
percobaan (pada sumbu x). Penentuan FCE dilakukan dengan cara menimbang bobot
tikus setiap dua hari sekali selama 28 hari dan menimbang jumlah ransum yang
dikonsumsi setiap hari (Permadi, 2011).
Perhitungan FCE dilakukan dengan
menggunakan rumus:
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini berlangsung pada hari Senin, 01 Oktober 2018 pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai, bertempat dilaboraturium kimia Universitas
Jambi Pondok Meja.
3.2
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan yaitu alat
tulis berserta data pengamatan
3.3
Prosedur Kerja
Disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Dihitung kenaikan rata-rata berat
badan tiap kelompok. Dihitung berapa total konsumsi tiap kelompok. Kemudian
dibuat grafik pertumbuhan dari keempat kelompok. Dihitung nilai FCE, PER dan
NPR dengan rumus:
NPR =
NPR =
Kemudian dibuat grafik perbandingan nilai FCE, PER dan NPR
antara kelompok tikus yang diberi protein standar, sampe 1 dan sampel 2. Serta
dibuat grafik pertumbuhan dari masing-masing sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Kenaikan Berat Badan
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-11
|
-17
|
-9
|
-12
|
-11
|
-12
|
Protein
Standar
|
83
|
75
|
74
|
77
|
67
|
75,2
|
Sampel
1
|
67
|
66
|
66
|
58
|
54
|
62,2
|
Sampel
2
|
61
|
60
|
56
|
63
|
63
|
60,6
|
Tabel 2. Total Konsumsi
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
110,71
|
87,34
|
112,3
|
120,68
|
100,5
|
106,306
|
Protein
Standar
|
353,44
|
295,27
|
287,27
|
314,8
|
274,6
|
305,076
|
Sampel
1
|
294,63
|
296,9
|
288,24
|
266,9
|
328,58
|
295,05
|
Sampel
2
|
293,78
|
292,05
|
279,9
|
325,11
|
322,52
|
302,672
|
Tabel 3. Menghitung Nilai FCE
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Protein
Standar
|
23,48
|
25,40
|
25,75
|
24,45
|
24,39
|
24,694
|
Sampel
1
|
22,74
|
22,22
|
22,89
|
21,73
|
16,43
|
21,202
|
Sampel
2
|
20,76
|
20,54
|
20,00
|
19,37
|
19,53
|
20,044
|
Tabel 4. Menghitung Nilai PER
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Protein
Standar
|
2,34
|
2,53
|
2,57
|
2,44
|
2,43
|
2,462
|
Sampel
1
|
2,27
|
2,22
|
2,28
|
2,17
|
1,64
|
2,116
|
Sampel
2
|
2,07
|
2,05
|
2,00
|
1,93
|
1,95
|
2.004
|
Tabel 5. Menghitung Nilai NPR
Kelompok
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
Rata-
Rata
|
Non
Protein
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Protein
Standar
|
2,68
|
2,94
|
2,99
|
2,82
|
2,87
|
2,86
|
Sampel
1
|
2,68
|
2,62
|
2,70
|
2,62
|
2,00
|
2,52
|
Sampel
2
|
2,48
|
2,46
|
2,42
|
2,30
|
2,32
|
2,40
|
Tabel 6. Hasil dari empat kelompok
Non Protein
|
Protein
Standar
|
Sampel1
|
Sampel 2
|
|
1
|
41
|
38.4
|
48
|
54.8
|
3
|
38.6
|
43
|
55.8
|
57.4
|
5
|
37.2
|
48
|
57.4
|
63
|
7
|
35.2
|
52
|
60.6
|
63.6
|
9
|
34.6
|
60.6
|
69
|
72.4
|
11
|
34.2
|
67.2
|
73.6
|
78
|
13
|
33.8
|
74.8
|
80.6
|
85
|
15
|
32.2
|
78.4
|
83.8
|
89
|
17
|
31.8
|
83
|
87.8
|
94.4
|
19
|
30.4
|
87.2
|
92.4
|
96.6
|
21
|
29.8
|
92.2
|
98
|
102.6
|
23
|
29.2
|
92
|
100.6
|
104.2
|
25
|
29
|
98.6
|
103.8
|
109.4
|
27
|
29.4
|
105.6
|
109.2
|
112.6
|
29
|
29
|
113.6
|
110.2
|
115.4
|
Grafik
1. Pertumbuhan nilai dari empat kelompok

Grafik 2. Nilai FCE

Tabel 3. Nilai PER

Tabel 4. Nilai NPR

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini membahas tentang
nilai biologis protein secara in vivo dengan menggunakan metode pertumbuhan. Protein
adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh
setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan
sebagian besar hormon tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan
dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai
dengan jaringan yang akan dibentuk. Uji biologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Uji biologis
dilakukan dengan melibatkan penggunaan hewan percobaan (tikus) dan juga
menggunakan manusia. Nilai biologis merupakan harga atau jumlah fraksi nitrogen
yang masuk kedalam tubuh yang kemudian dapat ditahan oleh tubuh dan
dimanfaatkan dalam proses pertumbuhan, atau untuk menjaga supaya tubuh tetap
dalam keadaan normal.
- Kenaikan Berat Badan
Berdasarkan kenaikan berat badan diketahui bahwa tikus
yang diberikan ransum non protein, berat badannya cenderung turun dari berat awal hingga rata- rata
menjadi -12 gr pada akhir perlakuan. Sedangkan pada tikus yang diberikan ransum
yang mengandung protein standar cenderung meningkat sehingga diketahui
rata-ratanya yaitu 75,2. Sehingga mengalami penurunan kembali pada sampel 1 dan
2 62,2 dan 60,2. Penurunan berat badan pada tikus yang diberikan ransum non
protein disebabkan karena dalam ransum tidak mengandung protein yang fungsi
utamanya untuk pertumbuhan jaringan baru. Tidak adanya kandungan protein dalam
ransum menyebabkan tidak adanya suplay protein yang membantu pertumbuhan
jaringan yang baru, dimana kita ketahui tikus ini masih pada masa pertumbuhan. Selain
dari itu ada penyebab yang secara tidak langsung yang dapat mempengaruhi
perubahan berat badan tikus, yaitu faktor lingkungan yang kurang baik yang
dapat menyebabkan tikus tersebut mudah mengalami stres. Sehingga pada akhirnya
mengganggu nafsu makan dari tikus itu sendiri.
- Total Konsumsi
Pada total konsumsi didapatkan
rata-rata pada non protein adalah 106,306 protein standart 305, 076 sampel 1
295,05 sampel 2 yaitu 302,672. Pada total konsumsi non protein mengalami
penurunan yang kemungkinan disebabkan karena tingkat
kesukaan tikus tersebut terhadap ransum yang diberikan dan juga kualitas dari
ransum yang diberikan dapat mempengaruhi konsumsi tikus terhadap ransum yang
diberikan. secara tidak langsung dapat juga disebabkan karena faktor lingkungan
yang tidak baik sehingga menyebabkan tikus mengalami stress yang dapat
berpengaruh pada nafsu makan tikus
- FCE (Protein Efficiency Ratio)
Nilai FCE menerangkan
korelasi antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan konsumsi
ransumnya (gram) selama masa percobaan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan
semakin efisien ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus
percobaan. Nilai FCE masing-masing perlakuan. Hasil perhitungan pengamatan
berat badan tikus dan perbandingan nilai FCE disajikan pada hasil pengamatan.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa setiap kelompok tikus percobaan
memiliki profil perkembangan berat badan masing-masing. Kelompok tikus yang
mengalami peningkatan berat badan paling tinggi yaitu kelompok tikus yang
diberi perlakuan ransum protein standar, selanjutnya diikuti oleh
kelompok tikus yang diberikan perlakuan ransum tempe (sampel 1) yang relatif
sama peningkatan berat badannya dengan kelompok tikus yang diberi perlakuan
ransum kasein (sampel 2).
- PER (Protein Efficiency Ratio)
Nilai PER diperoleh
dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan jumlah
protein yang dikonsumsi. PER menentukan efektivitas protein melalui pengukuran
pertumbuhan hewan percobaan. erdasarkan hasil perhitungan PER pada percobaan
yang dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai PER pada grup tikus yang diberi
ramsum non protein tidak ada karena konsumsi proteinnya nol/tidak ada.
Berdasarkan teori yaitu sebesar semakin tinggi pertambahan berat badan maka
semakin tinggi nilai PER, hal tersebut menunjukan bahwa protein yang diberikan
digunakan dengan baik untuk pertumbuhan.
edangkan pada tikus yang diberikan non protein berat badannya mengalami
penurunan.
- NPR (net protein ratio)
Metode ini
diikutsertakan satu kelompok tikus yang diberi ransum tanpa protein.
Perbandingan nilai NPR untuk setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil NPR,
tidak terdapat perbedaan hal ini disebabkan karena nilai rata-rata yang didpati
tidak berbeda jauh. Artinya setiap kelompok tikus percobaan memiliki
ketersediaan protein yang mencukupi untuk pemeliharaan tubuh. Nilai NPR
memecahkan masalah-masalah teoritis yang terdapat dalam metode PER. Dalam PER,
semua protein yang dikonsumsi dianggap hanya digunakan untuk pertumbuhan.
Padahal, protein yang dikonsumsi tersebut sebagian ada yang digunakan untuk
pemeliharaan tubuh. Jika dikaitkan antara nilai PER dan NPR pada kelompok
ransum perlakuan, pada protein standar merupakan ransum yang cukup baik untuk
pemeliharaan tubuh.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Praktikum ini dapat disimpulkan Uji biologis merupakan salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang
diberikan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan semakin efisien
ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus percobaan sehingga
rata-rata didapatkan protein standar yang paling tinggi yaitu 24,694. Nilai PER
diperoleh dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan
dengan jumlah protein yang dikonsumsi sehingga mendapatkan nilai rata-rata 2,462 yang
paling tinggi yaitu protein standar. Nilai NPR diperolehdari perbandingan
antara bobot badan tikus yang paling tinggi yaitu protein standar dengan
rata-rata 2,86. Didapat kan bahwa Protein standar paling
baik untuk ransum tikus selanjutnya diikuti sampel 1 dan sampel 2.
5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan agar
lebih teliti dalam menghitung setiap data perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Auliana,
R. 1999. Gizi dan Pengolahan Pangan. Ardiantia: Jakarta
Herlinda , D. 1999. Evaluasi Nilai Gizi Pangan, . Departemen
Pendidikan. Institut Pertanian Bogor
Muchtadi.
1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Jendral Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB: Bogor
Muchtadi,
Irwan. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Alfabeta: Bandung
Permadi,
Irwan. 2011. Evaluasi Mutu Protein Fruit Soy Bar dan Efeknya Terhadap Berat
Badan Tikus Percobaan. (Skripsi). IPB: Bogor
Winarno,
F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi: Gramedia: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar