Kamis, 25 Oktober 2018

Laporan prktikum evaluasi nilai biologis protein in vivo metode pertumbuhan


LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI BIOLOGIS KOMPONEN PANGAN
EVALUASI NILAI BIOLOGIS PROTEIN SECARA IN VIVO METODE PERTUMBUHAN



LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI BIOLOGIS KOMPONEN PANGAN
EVALUASI NILAI BIOLOGIS PROTEIN SECARA IN VIVO METODE PERTUMBUHAN




DOSEN PENGAMPU :
MURSYID S.Gz. M.Si

OLEH :
BELLA SHANIA
J1A116030
THP 16 R002
KELOMPOK 3/SIFT 1

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan F.
Nilai gizi protein pada makanan tidak hanya ditentukan berdasarkan kadar protein yang terkandung didalam makanan tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang menentukan ketersediaan asam-asam amino secara biologis atau dapat/tidaknya zat gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Sifat dan mutu protein sebagai zat makanan tergantung pada macam serta banyaknya asam-asam amino yang menyusun protein tersebut. Maka dari itu, dikenal- lah suatu teknik evaluasi nilai gizi protein.
Evaluasi nilai gizi protein dapat dilakukan dengan metode in vitro (secara kimia, mikrobiologis, atau enzimatis) maupun metode in vivo dengan menggunakan hewan percobaan, yang pada penelitian ini menggunakan tikus putih. Secara biokimia, proses pertumbuhan merupakan suatu petunjuk terjadinya biosintesis protein jaringan. Kebutuhan akan asam amino untuk sintesis protein tubuhnya harus didapat dari luar sebagai makanan.

1.2  Tujuan
Untuk mengetahui metode pertumbuhan dengan menghitung nilai FCE,PER, dan NPR



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tikus Percobaan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih dengan nama ilmiah Rattus novergicus. Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagai hewan coba karena mempunyai respon yang cepat serta dapat memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia maupun hewan lain. Dalam kode etik penelitian kesehatan dicantumkan bahwa salah satu prinsip dasar riset biomedis dimana manusia sebagai subjek harus memenuhi prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus didasarkan atas eksperimen laboratorium dan hewan percobaan yang memadai serta berdasarkan pengetahuan yang lengkap dari literatur ilmiah (Herlinda, 1999).

2.2 Protein
Istilah protein berasal dari bahasa Yunani Proteos yang berarti utama atau yang didahulukan. Mengisolasi susunan tubuh yanng mengandung nitrogen dan menamakannya protein. Protein terdiri dari satuan dasarnya yaitu asam amino (biasa disebut juga dengan unit pembangunan protein). Protein adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan sebagian besar hormon tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau perombakan dari protein yang sudah rusak (Auliana, 1999).
Protein adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraseluler dan sebagian besar hormone tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau perombakan dari protein jaringan yang sudah rusak. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh ( Auliana, R. 1999 ).

2.3 Teknik Evaluasi Mutu Biologis Protein
Nilai gizi protein adalah mutu ukuran yang menunjukkan seberapa banyak dan lengkap asam-asam aminon esensial dalam protein yang dimakan dapat memenuhi kebutuhan manusia. Pada prinsipnya suatu protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia mempunyai nilai yang tinggi . Nilai gizi protein pada makanan tidak hanya yang ditentukan berdasarkan kadar protein yang terkandung di dalam makanan, tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang menentukan ketersediaan asam-asam amino secara biologis atau dapat atau tidaknya zat gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Tidak semua protein dalam bahan pangan yang dikonsumsi dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan menjadi asam-asam amino. Dalam bentuk asam aminolah protein dari susunan makanan dapat dimanfaatkan oleh tubuh (Winarno, 1997).
            Suatu cara penilaian untuk mengetahui avaibilitas protein dalam tubuh ini disebut teknik evaluasi protein. Sacara garis besar, metode evaluasi mutu gizi protein di golongkan menjadi 2 macam. Kedua metode tersebut yaitu metode secara in vivo (secara kimia, mkrobiologis atau enzimatis) dan metode secara in vivo (secara biologis menggunakan hewan percobaan secara utuh, termasuk manusia. Teknik evaluasi yang mendekati pada keadaan yang sebenarnya dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan percobaan. Metode yang digunakan tentu harus dapat mengevaluasi kemampuan metabolisme suatu protein sebagaimana fungsinya, yaitu dapat meningkatkan sintesis jaringan tubuh serta memelihara jaringan dan fungsi tubuh.  Beberapa parameter dalam evaluasi mutu biologis protein antara lain: Protein Efecienci Ratio (PER), Net Protein Ratio (NPR), Feed conversion Efeciency (FCE), True Digestibility (TD), Biological Value (BV), dan Net Protein Utilization (NPR) (Muchtadi, 2010).
2.3.1 PER (Protein Efficiency Ratio)
PER adalah suatu pengujian 28 hari dengan kasein ANRC ( Animal Nutrition Research Council ) sebagai protein reverensi. Berat tikus dan konsumsi ransum harus diukur secara berkala ( umumnya berat badan tikus tiap 2 hari, sedangkan konsumsi ransum diukur tiap hari ). Tikus harus diberi kandang masing – masing ( 1 ekor dalam 1 kandang ) dan diberi ransum serta air minum ad libitum yang berarti tikus – tikus tersebut diberi keleluasaan kapan saja mereka mau makan dan minum serta jumlahnya tidak dibatasi.
            Perhitungan PER dilakukan dengan menggunakan rumus :
            PER =
            Prosedur PER yang ditetapkan oleh AOAC ini mempunyai beberapa masalah, antara lain adalah komposisi ransum. Dimana hal ini banyak dimodifikasi disesuaikan dengan ketersediaan bahan – bahan ditempat si peneliti. Telah diteliti bahwa yang paling berpengaruh terhadap nilai PER adalah kadar protein dalam ransum. Oleh karena keseragaman ditetapkan bahwa kadar protein ransum adalah 100 % (Muchtadi,1989).
           
            2.3.2 NPR ( Net Protein Ratio)
            NPR ( Net Protein Ratio ) bertujuan untuk memecahkan masalah – masalah teoritis yang terdapat pada PER. Dalam penentuan NPR, baik ransum maupun persyaratan tikus yang digunakan sama dengan yang terdapat pada penentuan PER. Bedanya adalah pada NPR ditambahkan 1 grup tikus yang diberi ransum non protein dan percobaan hanya dilakukan selama 10 hari.
NPR dihitung dengan menggunakan rumus :
NPR =

     Penurunan berat dihitung sebagai angka rata – rata penurunan berat badan dari grup tikus yang menerima ransum non protein. NPR dihitung untuk tiap – tiap ekor tikus dan nilai rata – ratanya dihitung untuk tiap grup. Selanjutnya nilai NPR rata – rata tersebut dinyatakan sebagai persentase dari nilai NPR kasein sebagai grup control (Muchtadi, 1989).
2.3.3 FCE (Feed Coversion Efeciency)
Kurva pertumbuhan dibuat dengan menempatkan rataan pertambahan bobot badan (pada sumbu y) terhadap hari percobaan (pada sumbu x). Penentuan FCE dilakukan dengan cara menimbang bobot tikus setiap dua hari sekali selama 28 hari dan menimbang jumlah ransum yang dikonsumsi setiap hari (Permadi, 2011).
Perhitungan FCE dilakukan dengan menggunakan rumus:
 




BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ini berlangsung pada hari Senin, 01 Oktober 2018 pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai, bertempat dilaboraturium kimia Universitas Jambi Pondok Meja.

3.2 Alat dan Bahan
            Alat dan bahan yang digunakan yaitu alat tulis berserta data pengamatan

3.3 Prosedur Kerja
            Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Dihitung kenaikan rata-rata berat badan tiap kelompok. Dihitung berapa total konsumsi tiap kelompok. Kemudian dibuat grafik pertumbuhan dari keempat kelompok. Dihitung nilai FCE, PER dan NPR dengan rumus:


NPR =

NPR =

Kemudian dibuat grafik perbandingan nilai FCE, PER dan NPR antara kelompok tikus yang diberi protein standar, sampe 1 dan sampel 2. Serta dibuat grafik pertumbuhan dari masing-masing sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Kenaikan Berat Badan
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-11
-17
-9
-12
-11
-12
Protein Standar
83
75
74
77
67
75,2
Sampel 1
67
66
66
58
54
62,2
Sampel 2
61
60
56
63
63
60,6

Tabel 2. Total Konsumsi
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
110,71
87,34
112,3
120,68
100,5
106,306
Protein Standar
353,44
295,27
287,27
314,8
274,6
305,076
Sampel 1
294,63
296,9
288,24
266,9
328,58
295,05
Sampel 2
293,78
292,05
279,9
325,11
322,52
302,672

Tabel 3. Menghitung Nilai FCE
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-
-
-
-
-
-
Protein Standar
23,48
25,40
25,75
24,45
24,39
24,694
Sampel 1
22,74
22,22
22,89
21,73
16,43
21,202
Sampel 2
20,76
20,54
20,00
19,37
19,53
20,044




Tabel 4. Menghitung Nilai PER
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-
-
-
-
-
-
Protein Standar
2,34
2,53
2,57
2,44
2,43
2,462
Sampel 1
2,27
2,22
2,28
2,17
1,64
2,116
Sampel 2
2,07
2,05
2,00
1,93
1,95
2.004


Tabel 5. Menghitung Nilai NPR
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-
-
-
-
-
-
Protein Standar
2,68
2,94
2,99
2,82
2,87
2,86
Sampel 1
2,68
2,62
2,70
2,62
2,00
2,52
Sampel 2
2,48
2,46
2,42
2,30
2,32
2,40










Tabel 6. Hasil dari empat kelompok

Non Protein
Protein Standar
Sampel1
Sampel 2
1
41
38.4
48
54.8
3
38.6
43
55.8
57.4
5
37.2
48
57.4
63
7
35.2
52
60.6
63.6
9
34.6
60.6
69
72.4
11
34.2
67.2
73.6
78
13
33.8
74.8
80.6
85
15
32.2
78.4
83.8
89
17
31.8
83
87.8
94.4
19
30.4
87.2
92.4
96.6
21
29.8
92.2
98
102.6
23
29.2
92
100.6
104.2
25
29
98.6
103.8
109.4
27
29.4
105.6
109.2
112.6
29
29
113.6
110.2
115.4





Grafik 1. Pertumbuhan nilai dari empat kelompok
Grafik 2.  Nilai FCE

Tabel 3. Nilai PER
Tabel 4. Nilai NPR


4.2 Pembahasan
            Pada praktikum ini membahas tentang nilai biologis protein secara in vivo dengan menggunakan metode pertumbuhan. Protein adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan sebagian besar hormon tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang akan dibentuk. Uji biologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Uji biologis dilakukan dengan melibatkan penggunaan hewan percobaan (tikus) dan juga menggunakan manusia. Nilai biologis merupakan harga atau jumlah fraksi nitrogen yang masuk kedalam tubuh yang kemudian dapat ditahan oleh tubuh dan dimanfaatkan dalam proses pertumbuhan, atau untuk menjaga supaya tubuh tetap dalam keadaan normal.
  • Kenaikan Berat Badan
            Berdasarkan kenaikan berat badan  diketahui bahwa tikus yang diberikan ransum non protein, berat badannya cenderung  turun dari berat awal hingga rata- rata menjadi -12 gr pada akhir perlakuan. Sedangkan pada tikus yang diberikan ransum yang mengandung protein standar cenderung meningkat sehingga diketahui rata-ratanya yaitu 75,2. Sehingga mengalami penurunan kembali pada sampel 1 dan 2 62,2 dan 60,2. Penurunan berat badan pada tikus yang diberikan ransum non protein disebabkan karena dalam ransum tidak mengandung protein yang fungsi utamanya untuk pertumbuhan jaringan baru. Tidak adanya kandungan protein dalam ransum menyebabkan tidak adanya suplay protein yang membantu pertumbuhan jaringan yang baru, dimana kita ketahui tikus ini masih pada masa pertumbuhan. Selain dari itu ada penyebab yang secara tidak langsung yang dapat mempengaruhi perubahan berat badan tikus, yaitu faktor lingkungan yang kurang baik yang dapat menyebabkan tikus tersebut mudah mengalami stres. Sehingga pada akhirnya mengganggu nafsu makan dari tikus itu sendiri.


  • Total Konsumsi
            Pada total konsumsi didapatkan rata-rata pada non protein adalah 106,306 protein standart 305, 076 sampel 1 295,05 sampel 2 yaitu 302,672. Pada total konsumsi non protein mengalami penurunan yang kemungkinan disebabkan karena tingkat kesukaan tikus tersebut terhadap ransum yang diberikan dan juga kualitas dari ransum yang diberikan dapat mempengaruhi konsumsi tikus terhadap ransum yang diberikan. secara tidak langsung dapat juga disebabkan karena faktor lingkungan yang tidak baik sehingga menyebabkan tikus mengalami stress yang dapat berpengaruh pada nafsu makan tikus
  • FCE (Protein Efficiency Ratio)
Nilai FCE menerangkan korelasi antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan konsumsi ransumnya (gram) selama masa percobaan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan semakin efisien ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus percobaan. Nilai FCE masing-masing perlakuan. Hasil perhitungan pengamatan berat badan tikus dan perbandingan nilai FCE disajikan pada hasil pengamatan. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa setiap kelompok tikus percobaan memiliki profil perkembangan berat badan masing-masing. Kelompok tikus yang mengalami peningkatan berat badan paling tinggi yaitu kelompok tikus yang diberi perlakuan ransum protein  standar, selanjutnya diikuti oleh kelompok tikus yang diberikan perlakuan ransum tempe (sampel 1) yang relatif sama peningkatan berat badannya dengan kelompok tikus yang diberi perlakuan ransum kasein (sampel 2).
  • PER (Protein Efficiency Ratio)
Nilai PER diperoleh dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan jumlah protein yang dikonsumsi. PER menentukan efektivitas protein melalui pengukuran pertumbuhan hewan percobaan. erdasarkan hasil perhitungan PER pada percobaan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai PER pada grup tikus yang diberi ramsum non protein tidak ada karena konsumsi proteinnya nol/tidak ada. Berdasarkan teori yaitu sebesar semakin tinggi pertambahan berat badan maka semakin tinggi nilai PER, hal tersebut menunjukan bahwa protein yang diberikan digunakan dengan baik untuk pertumbuhan.  edangkan pada tikus yang diberikan non protein berat badannya mengalami penurunan.
  • NPR (net protein ratio)
Metode ini diikutsertakan satu kelompok tikus yang diberi ransum tanpa protein. Perbandingan nilai NPR untuk setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil NPR, tidak terdapat perbedaan hal ini disebabkan karena nilai rata-rata yang didpati tidak berbeda jauh. Artinya setiap kelompok tikus percobaan memiliki ketersediaan protein yang mencukupi untuk pemeliharaan tubuh. Nilai NPR memecahkan masalah-masalah teoritis yang terdapat dalam metode PER. Dalam PER, semua protein yang dikonsumsi dianggap hanya digunakan untuk pertumbuhan. Padahal, protein yang dikonsumsi tersebut sebagian ada yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh. Jika dikaitkan antara nilai PER dan NPR pada kelompok ransum perlakuan, pada protein standar merupakan ransum yang cukup baik untuk pemeliharaan tubuh.





BAB V
PENUTUP


5.1 Kesimpulan
Praktikum ini dapat disimpulkan Uji biologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan semakin efisien ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus percobaan sehingga rata-rata didapatkan protein standar yang paling tinggi yaitu 24,694. Nilai PER diperoleh dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan jumlah protein yang dikonsumsi sehingga mendapatkan nilai rata-rata 2,462 yang paling tinggi yaitu protein standar. Nilai NPR diperolehdari perbandingan antara bobot badan tikus yang paling tinggi yaitu protein standar dengan rata-rata 2,86. Didapat kan bahwa Protein standar paling baik untuk ransum tikus selanjutnya diikuti sampel 1 dan sampel 2.

5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan agar lebih teliti dalam menghitung setiap data perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA

Auliana, R. 1999. Gizi dan Pengolahan Pangan. Ardiantia: Jakarta

Herlinda , D. 1999. Evaluasi Nilai Gizi Pangan, . Departemen Pendidikan. Institut Pertanian Bogor

Muchtadi. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jendral Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB: Bogor

Muchtadi, Irwan. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Alfabeta: Bandung

Permadi, Irwan. 2011. Evaluasi Mutu Protein Fruit Soy Bar dan Efeknya Terhadap Berat Badan Tikus Percobaan. (Skripsi). IPB: Bogor

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi: Gramedia: Jakarta









LAPORAN PRAKTIKUM
EVALUASI BIOLOGIS KOMPONEN PANGAN
EVALUASI NILAI BIOLOGIS PROTEIN SECARA IN VIVO METODE PERTUMBUHAN




DOSEN PENGAMPU :
MURSYID S.Gz. M.Si

OLEH :
BELLA SHANIA
J1A116030
THP 16 R002
KELOMPOK 3/SIFT 1

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan F.
Nilai gizi protein pada makanan tidak hanya ditentukan berdasarkan kadar protein yang terkandung didalam makanan tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang menentukan ketersediaan asam-asam amino secara biologis atau dapat/tidaknya zat gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Sifat dan mutu protein sebagai zat makanan tergantung pada macam serta banyaknya asam-asam amino yang menyusun protein tersebut. Maka dari itu, dikenal- lah suatu teknik evaluasi nilai gizi protein.
Evaluasi nilai gizi protein dapat dilakukan dengan metode in vitro (secara kimia, mikrobiologis, atau enzimatis) maupun metode in vivo dengan menggunakan hewan percobaan, yang pada penelitian ini menggunakan tikus putih. Secara biokimia, proses pertumbuhan merupakan suatu petunjuk terjadinya biosintesis protein jaringan. Kebutuhan akan asam amino untuk sintesis protein tubuhnya harus didapat dari luar sebagai makanan.

1.2  Tujuan
Untuk mengetahui metode pertumbuhan dengan menghitung nilai FCE,PER, dan NPR



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tikus Percobaan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih dengan nama ilmiah Rattus novergicus. Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagai hewan coba karena mempunyai respon yang cepat serta dapat memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia maupun hewan lain. Dalam kode etik penelitian kesehatan dicantumkan bahwa salah satu prinsip dasar riset biomedis dimana manusia sebagai subjek harus memenuhi prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus didasarkan atas eksperimen laboratorium dan hewan percobaan yang memadai serta berdasarkan pengetahuan yang lengkap dari literatur ilmiah (Herlinda, 1999).

2.2 Protein
Istilah protein berasal dari bahasa Yunani Proteos yang berarti utama atau yang didahulukan. Mengisolasi susunan tubuh yanng mengandung nitrogen dan menamakannya protein. Protein terdiri dari satuan dasarnya yaitu asam amino (biasa disebut juga dengan unit pembangunan protein). Protein adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan sebagian besar hormon tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau perombakan dari protein yang sudah rusak (Auliana, 1999).
Protein adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraseluler dan sebagian besar hormone tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau perombakan dari protein jaringan yang sudah rusak. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh ( Auliana, R. 1999 ).

2.3 Teknik Evaluasi Mutu Biologis Protein
Nilai gizi protein adalah mutu ukuran yang menunjukkan seberapa banyak dan lengkap asam-asam aminon esensial dalam protein yang dimakan dapat memenuhi kebutuhan manusia. Pada prinsipnya suatu protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia mempunyai nilai yang tinggi . Nilai gizi protein pada makanan tidak hanya yang ditentukan berdasarkan kadar protein yang terkandung di dalam makanan, tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang menentukan ketersediaan asam-asam amino secara biologis atau dapat atau tidaknya zat gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Tidak semua protein dalam bahan pangan yang dikonsumsi dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan menjadi asam-asam amino. Dalam bentuk asam aminolah protein dari susunan makanan dapat dimanfaatkan oleh tubuh (Winarno, 1997).
            Suatu cara penilaian untuk mengetahui avaibilitas protein dalam tubuh ini disebut teknik evaluasi protein. Sacara garis besar, metode evaluasi mutu gizi protein di golongkan menjadi 2 macam. Kedua metode tersebut yaitu metode secara in vivo (secara kimia, mkrobiologis atau enzimatis) dan metode secara in vivo (secara biologis menggunakan hewan percobaan secara utuh, termasuk manusia. Teknik evaluasi yang mendekati pada keadaan yang sebenarnya dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan percobaan. Metode yang digunakan tentu harus dapat mengevaluasi kemampuan metabolisme suatu protein sebagaimana fungsinya, yaitu dapat meningkatkan sintesis jaringan tubuh serta memelihara jaringan dan fungsi tubuh.  Beberapa parameter dalam evaluasi mutu biologis protein antara lain: Protein Efecienci Ratio (PER), Net Protein Ratio (NPR), Feed conversion Efeciency (FCE), True Digestibility (TD), Biological Value (BV), dan Net Protein Utilization (NPR) (Muchtadi, 2010).
2.3.1 PER (Protein Efficiency Ratio)
PER adalah suatu pengujian 28 hari dengan kasein ANRC ( Animal Nutrition Research Council ) sebagai protein reverensi. Berat tikus dan konsumsi ransum harus diukur secara berkala ( umumnya berat badan tikus tiap 2 hari, sedangkan konsumsi ransum diukur tiap hari ). Tikus harus diberi kandang masing – masing ( 1 ekor dalam 1 kandang ) dan diberi ransum serta air minum ad libitum yang berarti tikus – tikus tersebut diberi keleluasaan kapan saja mereka mau makan dan minum serta jumlahnya tidak dibatasi.
            Perhitungan PER dilakukan dengan menggunakan rumus :
            PER =
            Prosedur PER yang ditetapkan oleh AOAC ini mempunyai beberapa masalah, antara lain adalah komposisi ransum. Dimana hal ini banyak dimodifikasi disesuaikan dengan ketersediaan bahan – bahan ditempat si peneliti. Telah diteliti bahwa yang paling berpengaruh terhadap nilai PER adalah kadar protein dalam ransum. Oleh karena keseragaman ditetapkan bahwa kadar protein ransum adalah 100 % (Muchtadi,1989).
           
            2.3.2 NPR ( Net Protein Ratio)
            NPR ( Net Protein Ratio ) bertujuan untuk memecahkan masalah – masalah teoritis yang terdapat pada PER. Dalam penentuan NPR, baik ransum maupun persyaratan tikus yang digunakan sama dengan yang terdapat pada penentuan PER. Bedanya adalah pada NPR ditambahkan 1 grup tikus yang diberi ransum non protein dan percobaan hanya dilakukan selama 10 hari.
NPR dihitung dengan menggunakan rumus :
NPR =

     Penurunan berat dihitung sebagai angka rata – rata penurunan berat badan dari grup tikus yang menerima ransum non protein. NPR dihitung untuk tiap – tiap ekor tikus dan nilai rata – ratanya dihitung untuk tiap grup. Selanjutnya nilai NPR rata – rata tersebut dinyatakan sebagai persentase dari nilai NPR kasein sebagai grup control (Muchtadi, 1989).
2.3.3 FCE (Feed Coversion Efeciency)
Kurva pertumbuhan dibuat dengan menempatkan rataan pertambahan bobot badan (pada sumbu y) terhadap hari percobaan (pada sumbu x). Penentuan FCE dilakukan dengan cara menimbang bobot tikus setiap dua hari sekali selama 28 hari dan menimbang jumlah ransum yang dikonsumsi setiap hari (Permadi, 2011).
Perhitungan FCE dilakukan dengan menggunakan rumus:
 




BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ini berlangsung pada hari Senin, 01 Oktober 2018 pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai, bertempat dilaboraturium kimia Universitas Jambi Pondok Meja.

3.2 Alat dan Bahan
            Alat dan bahan yang digunakan yaitu alat tulis berserta data pengamatan

3.3 Prosedur Kerja
            Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Dihitung kenaikan rata-rata berat badan tiap kelompok. Dihitung berapa total konsumsi tiap kelompok. Kemudian dibuat grafik pertumbuhan dari keempat kelompok. Dihitung nilai FCE, PER dan NPR dengan rumus:


NPR =

NPR =

Kemudian dibuat grafik perbandingan nilai FCE, PER dan NPR antara kelompok tikus yang diberi protein standar, sampe 1 dan sampel 2. Serta dibuat grafik pertumbuhan dari masing-masing sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Kenaikan Berat Badan
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-11
-17
-9
-12
-11
-12
Protein Standar
83
75
74
77
67
75,2
Sampel 1
67
66
66
58
54
62,2
Sampel 2
61
60
56
63
63
60,6

Tabel 2. Total Konsumsi
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
110,71
87,34
112,3
120,68
100,5
106,306
Protein Standar
353,44
295,27
287,27
314,8
274,6
305,076
Sampel 1
294,63
296,9
288,24
266,9
328,58
295,05
Sampel 2
293,78
292,05
279,9
325,11
322,52
302,672

Tabel 3. Menghitung Nilai FCE
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-
-
-
-
-
-
Protein Standar
23,48
25,40
25,75
24,45
24,39
24,694
Sampel 1
22,74
22,22
22,89
21,73
16,43
21,202
Sampel 2
20,76
20,54
20,00
19,37
19,53
20,044




Tabel 4. Menghitung Nilai PER
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-
-
-
-
-
-
Protein Standar
2,34
2,53
2,57
2,44
2,43
2,462
Sampel 1
2,27
2,22
2,28
2,17
1,64
2,116
Sampel 2
2,07
2,05
2,00
1,93
1,95
2.004


Tabel 5. Menghitung Nilai NPR
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-
-
-
-
-
-
Protein Standar
2,68
2,94
2,99
2,82
2,87
2,86
Sampel 1
2,68
2,62
2,70
2,62
2,00
2,52
Sampel 2
2,48
2,46
2,42
2,30
2,32
2,40










Tabel 6. Hasil dari empat kelompok

Non Protein
Protein Standar
Sampel1
Sampel 2
1
41
38.4
48
54.8
3
38.6
43
55.8
57.4
5
37.2
48
57.4
63
7
35.2
52
60.6
63.6
9
34.6
60.6
69
72.4
11
34.2
67.2
73.6
78
13
33.8
74.8
80.6
85
15
32.2
78.4
83.8
89
17
31.8
83
87.8
94.4
19
30.4
87.2
92.4
96.6
21
29.8
92.2
98
102.6
23
29.2
92
100.6
104.2
25
29
98.6
103.8
109.4
27
29.4
105.6
109.2
112.6
29
29
113.6
110.2
115.4





Grafik 1. Pertumbuhan nilai dari empat kelompok
Grafik 2.  Nilai FCE

Tabel 3. Nilai PER
Tabel 4. Nilai NPR


4.2 Pembahasan
            Pada praktikum ini membahas tentang nilai biologis protein secara in vivo dengan menggunakan metode pertumbuhan. Protein adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan sebagian besar hormon tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang akan dibentuk. Uji biologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Uji biologis dilakukan dengan melibatkan penggunaan hewan percobaan (tikus) dan juga menggunakan manusia. Nilai biologis merupakan harga atau jumlah fraksi nitrogen yang masuk kedalam tubuh yang kemudian dapat ditahan oleh tubuh dan dimanfaatkan dalam proses pertumbuhan, atau untuk menjaga supaya tubuh tetap dalam keadaan normal.
  • Kenaikan Berat Badan
            Berdasarkan kenaikan berat badan  diketahui bahwa tikus yang diberikan ransum non protein, berat badannya cenderung  turun dari berat awal hingga rata- rata menjadi -12 gr pada akhir perlakuan. Sedangkan pada tikus yang diberikan ransum yang mengandung protein standar cenderung meningkat sehingga diketahui rata-ratanya yaitu 75,2. Sehingga mengalami penurunan kembali pada sampel 1 dan 2 62,2 dan 60,2. Penurunan berat badan pada tikus yang diberikan ransum non protein disebabkan karena dalam ransum tidak mengandung protein yang fungsi utamanya untuk pertumbuhan jaringan baru. Tidak adanya kandungan protein dalam ransum menyebabkan tidak adanya suplay protein yang membantu pertumbuhan jaringan yang baru, dimana kita ketahui tikus ini masih pada masa pertumbuhan. Selain dari itu ada penyebab yang secara tidak langsung yang dapat mempengaruhi perubahan berat badan tikus, yaitu faktor lingkungan yang kurang baik yang dapat menyebabkan tikus tersebut mudah mengalami stres. Sehingga pada akhirnya mengganggu nafsu makan dari tikus itu sendiri.


  • Total Konsumsi
            Pada total konsumsi didapatkan rata-rata pada non protein adalah 106,306 protein standart 305, 076 sampel 1 295,05 sampel 2 yaitu 302,672. Pada total konsumsi non protein mengalami penurunan yang kemungkinan disebabkan karena tingkat kesukaan tikus tersebut terhadap ransum yang diberikan dan juga kualitas dari ransum yang diberikan dapat mempengaruhi konsumsi tikus terhadap ransum yang diberikan. secara tidak langsung dapat juga disebabkan karena faktor lingkungan yang tidak baik sehingga menyebabkan tikus mengalami stress yang dapat berpengaruh pada nafsu makan tikus
  • FCE (Protein Efficiency Ratio)
Nilai FCE menerangkan korelasi antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan konsumsi ransumnya (gram) selama masa percobaan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan semakin efisien ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus percobaan. Nilai FCE masing-masing perlakuan. Hasil perhitungan pengamatan berat badan tikus dan perbandingan nilai FCE disajikan pada hasil pengamatan. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa setiap kelompok tikus percobaan memiliki profil perkembangan berat badan masing-masing. Kelompok tikus yang mengalami peningkatan berat badan paling tinggi yaitu kelompok tikus yang diberi perlakuan ransum protein  standar, selanjutnya diikuti oleh kelompok tikus yang diberikan perlakuan ransum tempe (sampel 1) yang relatif sama peningkatan berat badannya dengan kelompok tikus yang diberi perlakuan ransum kasein (sampel 2).
  • PER (Protein Efficiency Ratio)
Nilai PER diperoleh dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan jumlah protein yang dikonsumsi. PER menentukan efektivitas protein melalui pengukuran pertumbuhan hewan percobaan. erdasarkan hasil perhitungan PER pada percobaan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai PER pada grup tikus yang diberi ramsum non protein tidak ada karena konsumsi proteinnya nol/tidak ada. Berdasarkan teori yaitu sebesar semakin tinggi pertambahan berat badan maka semakin tinggi nilai PER, hal tersebut menunjukan bahwa protein yang diberikan digunakan dengan baik untuk pertumbuhan.  edangkan pada tikus yang diberikan non protein berat badannya mengalami penurunan.
  • NPR (net protein ratio)
Metode ini diikutsertakan satu kelompok tikus yang diberi ransum tanpa protein. Perbandingan nilai NPR untuk setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil NPR, tidak terdapat perbedaan hal ini disebabkan karena nilai rata-rata yang didpati tidak berbeda jauh. Artinya setiap kelompok tikus percobaan memiliki ketersediaan protein yang mencukupi untuk pemeliharaan tubuh. Nilai NPR memecahkan masalah-masalah teoritis yang terdapat dalam metode PER. Dalam PER, semua protein yang dikonsumsi dianggap hanya digunakan untuk pertumbuhan. Padahal, protein yang dikonsumsi tersebut sebagian ada yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh. Jika dikaitkan antara nilai PER dan NPR pada kelompok ransum perlakuan, pada protein standar merupakan ransum yang cukup baik untuk pemeliharaan tubuh.





BAB V
PENUTUP


5.1 Kesimpulan
Praktikum ini dapat disimpulkan Uji biologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan semakin efisien ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus percobaan sehingga rata-rata didapatkan protein standar yang paling tinggi yaitu 24,694. Nilai PER diperoleh dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan jumlah protein yang dikonsumsi sehingga mendapatkan nilai rata-rata 2,462 yang paling tinggi yaitu protein standar. Nilai NPR diperolehdari perbandingan antara bobot badan tikus yang paling tinggi yaitu protein standar dengan rata-rata 2,86. Didapat kan bahwa Protein standar paling baik untuk ransum tikus selanjutnya diikuti sampel 1 dan sampel 2.

5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan agar lebih teliti dalam menghitung setiap data perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA

Auliana, R. 1999. Gizi dan Pengolahan Pangan. Ardiantia: Jakarta

Herlinda , D. 1999. Evaluasi Nilai Gizi Pangan, . Departemen Pendidikan. Institut Pertanian Bogor

Muchtadi. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jendral Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB: Bogor

Muchtadi, Irwan. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Alfabeta: Bandung

Permadi, Irwan. 2011. Evaluasi Mutu Protein Fruit Soy Bar dan Efeknya Terhadap Berat Badan Tikus Percobaan. (Skripsi). IPB: Bogor

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi: Gramedia: Jakarta








DOSEN PENGAMPU :
MURSYID S.Gz. M.Si

OLEH :
BELLA SHANIA
J1A116030
THP 16 R002
KELOMPOK 3/SIFT 1

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan F.
Nilai gizi protein pada makanan tidak hanya ditentukan berdasarkan kadar protein yang terkandung didalam makanan tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang menentukan ketersediaan asam-asam amino secara biologis atau dapat/tidaknya zat gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Sifat dan mutu protein sebagai zat makanan tergantung pada macam serta banyaknya asam-asam amino yang menyusun protein tersebut. Maka dari itu, dikenal- lah suatu teknik evaluasi nilai gizi protein.
Evaluasi nilai gizi protein dapat dilakukan dengan metode in vitro (secara kimia, mikrobiologis, atau enzimatis) maupun metode in vivo dengan menggunakan hewan percobaan, yang pada penelitian ini menggunakan tikus putih. Secara biokimia, proses pertumbuhan merupakan suatu petunjuk terjadinya biosintesis protein jaringan. Kebutuhan akan asam amino untuk sintesis protein tubuhnya harus didapat dari luar sebagai makanan.

1.2  Tujuan
Untuk mengetahui metode pertumbuhan dengan menghitung nilai FCE,PER, dan NPR



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tikus Percobaan
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih dengan nama ilmiah Rattus novergicus. Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagai hewan coba karena mempunyai respon yang cepat serta dapat memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada manusia maupun hewan lain. Dalam kode etik penelitian kesehatan dicantumkan bahwa salah satu prinsip dasar riset biomedis dimana manusia sebagai subjek harus memenuhi prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus didasarkan atas eksperimen laboratorium dan hewan percobaan yang memadai serta berdasarkan pengetahuan yang lengkap dari literatur ilmiah (Herlinda, 1999).

2.2 Protein
Istilah protein berasal dari bahasa Yunani Proteos yang berarti utama atau yang didahulukan. Mengisolasi susunan tubuh yanng mengandung nitrogen dan menamakannya protein. Protein terdiri dari satuan dasarnya yaitu asam amino (biasa disebut juga dengan unit pembangunan protein). Protein adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan sebagian besar hormon tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau perombakan dari protein yang sudah rusak (Auliana, 1999).
Protein adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraseluler dan sebagian besar hormone tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang akan dibentuk. Asam amino ini didapat dari makanan sesudah diserap melalui darah dan sebagian disintesa dalam tubuh atau merupakan hasil katabolisme atau perombakan dari protein jaringan yang sudah rusak. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh ( Auliana, R. 1999 ).

2.3 Teknik Evaluasi Mutu Biologis Protein
Nilai gizi protein adalah mutu ukuran yang menunjukkan seberapa banyak dan lengkap asam-asam aminon esensial dalam protein yang dimakan dapat memenuhi kebutuhan manusia. Pada prinsipnya suatu protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia mempunyai nilai yang tinggi . Nilai gizi protein pada makanan tidak hanya yang ditentukan berdasarkan kadar protein yang terkandung di dalam makanan, tetapi juga ditentukan oleh daya cerna yang menentukan ketersediaan asam-asam amino secara biologis atau dapat atau tidaknya zat gizi tersebut digunakan oleh tubuh. Tidak semua protein dalam bahan pangan yang dikonsumsi dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan menjadi asam-asam amino. Dalam bentuk asam aminolah protein dari susunan makanan dapat dimanfaatkan oleh tubuh (Winarno, 1997).
            Suatu cara penilaian untuk mengetahui avaibilitas protein dalam tubuh ini disebut teknik evaluasi protein. Sacara garis besar, metode evaluasi mutu gizi protein di golongkan menjadi 2 macam. Kedua metode tersebut yaitu metode secara in vivo (secara kimia, mkrobiologis atau enzimatis) dan metode secara in vivo (secara biologis menggunakan hewan percobaan secara utuh, termasuk manusia. Teknik evaluasi yang mendekati pada keadaan yang sebenarnya dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan percobaan. Metode yang digunakan tentu harus dapat mengevaluasi kemampuan metabolisme suatu protein sebagaimana fungsinya, yaitu dapat meningkatkan sintesis jaringan tubuh serta memelihara jaringan dan fungsi tubuh.  Beberapa parameter dalam evaluasi mutu biologis protein antara lain: Protein Efecienci Ratio (PER), Net Protein Ratio (NPR), Feed conversion Efeciency (FCE), True Digestibility (TD), Biological Value (BV), dan Net Protein Utilization (NPR) (Muchtadi, 2010).
2.3.1 PER (Protein Efficiency Ratio)
PER adalah suatu pengujian 28 hari dengan kasein ANRC ( Animal Nutrition Research Council ) sebagai protein reverensi. Berat tikus dan konsumsi ransum harus diukur secara berkala ( umumnya berat badan tikus tiap 2 hari, sedangkan konsumsi ransum diukur tiap hari ). Tikus harus diberi kandang masing – masing ( 1 ekor dalam 1 kandang ) dan diberi ransum serta air minum ad libitum yang berarti tikus – tikus tersebut diberi keleluasaan kapan saja mereka mau makan dan minum serta jumlahnya tidak dibatasi.
            Perhitungan PER dilakukan dengan menggunakan rumus :
            PER =
            Prosedur PER yang ditetapkan oleh AOAC ini mempunyai beberapa masalah, antara lain adalah komposisi ransum. Dimana hal ini banyak dimodifikasi disesuaikan dengan ketersediaan bahan – bahan ditempat si peneliti. Telah diteliti bahwa yang paling berpengaruh terhadap nilai PER adalah kadar protein dalam ransum. Oleh karena keseragaman ditetapkan bahwa kadar protein ransum adalah 100 % (Muchtadi,1989).
           
            2.3.2 NPR ( Net Protein Ratio)
            NPR ( Net Protein Ratio ) bertujuan untuk memecahkan masalah – masalah teoritis yang terdapat pada PER. Dalam penentuan NPR, baik ransum maupun persyaratan tikus yang digunakan sama dengan yang terdapat pada penentuan PER. Bedanya adalah pada NPR ditambahkan 1 grup tikus yang diberi ransum non protein dan percobaan hanya dilakukan selama 10 hari.
NPR dihitung dengan menggunakan rumus :
NPR =

     Penurunan berat dihitung sebagai angka rata – rata penurunan berat badan dari grup tikus yang menerima ransum non protein. NPR dihitung untuk tiap – tiap ekor tikus dan nilai rata – ratanya dihitung untuk tiap grup. Selanjutnya nilai NPR rata – rata tersebut dinyatakan sebagai persentase dari nilai NPR kasein sebagai grup control (Muchtadi, 1989).
2.3.3 FCE (Feed Coversion Efeciency)
Kurva pertumbuhan dibuat dengan menempatkan rataan pertambahan bobot badan (pada sumbu y) terhadap hari percobaan (pada sumbu x). Penentuan FCE dilakukan dengan cara menimbang bobot tikus setiap dua hari sekali selama 28 hari dan menimbang jumlah ransum yang dikonsumsi setiap hari (Permadi, 2011).
Perhitungan FCE dilakukan dengan menggunakan rumus:
 




BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ini berlangsung pada hari Senin, 01 Oktober 2018 pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai, bertempat dilaboraturium kimia Universitas Jambi Pondok Meja.

3.2 Alat dan Bahan
            Alat dan bahan yang digunakan yaitu alat tulis berserta data pengamatan

3.3 Prosedur Kerja
            Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Dihitung kenaikan rata-rata berat badan tiap kelompok. Dihitung berapa total konsumsi tiap kelompok. Kemudian dibuat grafik pertumbuhan dari keempat kelompok. Dihitung nilai FCE, PER dan NPR dengan rumus:


NPR =

NPR =

Kemudian dibuat grafik perbandingan nilai FCE, PER dan NPR antara kelompok tikus yang diberi protein standar, sampe 1 dan sampel 2. Serta dibuat grafik pertumbuhan dari masing-masing sampel.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Kenaikan Berat Badan
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-11
-17
-9
-12
-11
-12
Protein Standar
83
75
74
77
67
75,2
Sampel 1
67
66
66
58
54
62,2
Sampel 2
61
60
56
63
63
60,6

Tabel 2. Total Konsumsi
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
110,71
87,34
112,3
120,68
100,5
106,306
Protein Standar
353,44
295,27
287,27
314,8
274,6
305,076
Sampel 1
294,63
296,9
288,24
266,9
328,58
295,05
Sampel 2
293,78
292,05
279,9
325,11
322,52
302,672

Tabel 3. Menghitung Nilai FCE
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-
-
-
-
-
-
Protein Standar
23,48
25,40
25,75
24,45
24,39
24,694
Sampel 1
22,74
22,22
22,89
21,73
16,43
21,202
Sampel 2
20,76
20,54
20,00
19,37
19,53
20,044




Tabel 4. Menghitung Nilai PER
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-
-
-
-
-
-
Protein Standar
2,34
2,53
2,57
2,44
2,43
2,462
Sampel 1
2,27
2,22
2,28
2,17
1,64
2,116
Sampel 2
2,07
2,05
2,00
1,93
1,95
2.004


Tabel 5. Menghitung Nilai NPR
Kelompok
I
II
III
IV
V
Rata- Rata
Non Protein
-
-
-
-
-
-
Protein Standar
2,68
2,94
2,99
2,82
2,87
2,86
Sampel 1
2,68
2,62
2,70
2,62
2,00
2,52
Sampel 2
2,48
2,46
2,42
2,30
2,32
2,40










Tabel 6. Hasil dari empat kelompok

Non Protein
Protein Standar
Sampel1
Sampel 2
1
41
38.4
48
54.8
3
38.6
43
55.8
57.4
5
37.2
48
57.4
63
7
35.2
52
60.6
63.6
9
34.6
60.6
69
72.4
11
34.2
67.2
73.6
78
13
33.8
74.8
80.6
85
15
32.2
78.4
83.8
89
17
31.8
83
87.8
94.4
19
30.4
87.2
92.4
96.6
21
29.8
92.2
98
102.6
23
29.2
92
100.6
104.2
25
29
98.6
103.8
109.4
27
29.4
105.6
109.2
112.6
29
29
113.6
110.2
115.4





Grafik 1. Pertumbuhan nilai dari empat kelompok
Grafik 2.  Nilai FCE

Tabel 3. Nilai PER
Tabel 4. Nilai NPR


4.2 Pembahasan
            Pada praktikum ini membahas tentang nilai biologis protein secara in vivo dengan menggunakan metode pertumbuhan. Protein adalah bagian dari semua dari sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Semua enzim, zat pembawa dalam darah, matriks, intraselluler dan sebagian besar hormon tersusun atas protein. Dalam membentuk protein jaringan dibutuhkan sejumlah asam amino dan tergantung pada macam asam amino sesuai dengan jaringan yang akan dibentuk. Uji biologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Uji biologis dilakukan dengan melibatkan penggunaan hewan percobaan (tikus) dan juga menggunakan manusia. Nilai biologis merupakan harga atau jumlah fraksi nitrogen yang masuk kedalam tubuh yang kemudian dapat ditahan oleh tubuh dan dimanfaatkan dalam proses pertumbuhan, atau untuk menjaga supaya tubuh tetap dalam keadaan normal.
  • Kenaikan Berat Badan
            Berdasarkan kenaikan berat badan  diketahui bahwa tikus yang diberikan ransum non protein, berat badannya cenderung  turun dari berat awal hingga rata- rata menjadi -12 gr pada akhir perlakuan. Sedangkan pada tikus yang diberikan ransum yang mengandung protein standar cenderung meningkat sehingga diketahui rata-ratanya yaitu 75,2. Sehingga mengalami penurunan kembali pada sampel 1 dan 2 62,2 dan 60,2. Penurunan berat badan pada tikus yang diberikan ransum non protein disebabkan karena dalam ransum tidak mengandung protein yang fungsi utamanya untuk pertumbuhan jaringan baru. Tidak adanya kandungan protein dalam ransum menyebabkan tidak adanya suplay protein yang membantu pertumbuhan jaringan yang baru, dimana kita ketahui tikus ini masih pada masa pertumbuhan. Selain dari itu ada penyebab yang secara tidak langsung yang dapat mempengaruhi perubahan berat badan tikus, yaitu faktor lingkungan yang kurang baik yang dapat menyebabkan tikus tersebut mudah mengalami stres. Sehingga pada akhirnya mengganggu nafsu makan dari tikus itu sendiri.


  • Total Konsumsi
            Pada total konsumsi didapatkan rata-rata pada non protein adalah 106,306 protein standart 305, 076 sampel 1 295,05 sampel 2 yaitu 302,672. Pada total konsumsi non protein mengalami penurunan yang kemungkinan disebabkan karena tingkat kesukaan tikus tersebut terhadap ransum yang diberikan dan juga kualitas dari ransum yang diberikan dapat mempengaruhi konsumsi tikus terhadap ransum yang diberikan. secara tidak langsung dapat juga disebabkan karena faktor lingkungan yang tidak baik sehingga menyebabkan tikus mengalami stress yang dapat berpengaruh pada nafsu makan tikus
  • FCE (Protein Efficiency Ratio)
Nilai FCE menerangkan korelasi antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan konsumsi ransumnya (gram) selama masa percobaan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan semakin efisien ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus percobaan. Nilai FCE masing-masing perlakuan. Hasil perhitungan pengamatan berat badan tikus dan perbandingan nilai FCE disajikan pada hasil pengamatan. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa setiap kelompok tikus percobaan memiliki profil perkembangan berat badan masing-masing. Kelompok tikus yang mengalami peningkatan berat badan paling tinggi yaitu kelompok tikus yang diberi perlakuan ransum protein  standar, selanjutnya diikuti oleh kelompok tikus yang diberikan perlakuan ransum tempe (sampel 1) yang relatif sama peningkatan berat badannya dengan kelompok tikus yang diberi perlakuan ransum kasein (sampel 2).
  • PER (Protein Efficiency Ratio)
Nilai PER diperoleh dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan jumlah protein yang dikonsumsi. PER menentukan efektivitas protein melalui pengukuran pertumbuhan hewan percobaan. erdasarkan hasil perhitungan PER pada percobaan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai PER pada grup tikus yang diberi ramsum non protein tidak ada karena konsumsi proteinnya nol/tidak ada. Berdasarkan teori yaitu sebesar semakin tinggi pertambahan berat badan maka semakin tinggi nilai PER, hal tersebut menunjukan bahwa protein yang diberikan digunakan dengan baik untuk pertumbuhan.  edangkan pada tikus yang diberikan non protein berat badannya mengalami penurunan.
  • NPR (net protein ratio)
Metode ini diikutsertakan satu kelompok tikus yang diberi ransum tanpa protein. Perbandingan nilai NPR untuk setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil NPR, tidak terdapat perbedaan hal ini disebabkan karena nilai rata-rata yang didpati tidak berbeda jauh. Artinya setiap kelompok tikus percobaan memiliki ketersediaan protein yang mencukupi untuk pemeliharaan tubuh. Nilai NPR memecahkan masalah-masalah teoritis yang terdapat dalam metode PER. Dalam PER, semua protein yang dikonsumsi dianggap hanya digunakan untuk pertumbuhan. Padahal, protein yang dikonsumsi tersebut sebagian ada yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh. Jika dikaitkan antara nilai PER dan NPR pada kelompok ransum perlakuan, pada protein standar merupakan ransum yang cukup baik untuk pemeliharaan tubuh.





BAB V
PENUTUP


5.1 Kesimpulan
Praktikum ini dapat disimpulkan Uji biologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Semakin tinggi nilai FCE menunjukkan semakin efisien ransum yang diberikan untuk meningkatkan bobot badan tikus percobaan sehingga rata-rata didapatkan protein standar yang paling tinggi yaitu 24,694. Nilai PER diperoleh dari perbandingan antara pertambahan bobot badan tikus percobaan dengan jumlah protein yang dikonsumsi sehingga mendapatkan nilai rata-rata 2,462 yang paling tinggi yaitu protein standar. Nilai NPR diperolehdari perbandingan antara bobot badan tikus yang paling tinggi yaitu protein standar dengan rata-rata 2,86. Didapat kan bahwa Protein standar paling baik untuk ransum tikus selanjutnya diikuti sampel 1 dan sampel 2.

5.2 Saran
Disarankan kepada praktikan agar lebih teliti dalam menghitung setiap data perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA

Auliana, R. 1999. Gizi dan Pengolahan Pangan. Ardiantia: Jakarta

Herlinda , D. 1999. Evaluasi Nilai Gizi Pangan, . Departemen Pendidikan. Institut Pertanian Bogor

Muchtadi. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jendral Pendidikan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB: Bogor

Muchtadi, Irwan. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Alfabeta: Bandung

Permadi, Irwan. 2011. Evaluasi Mutu Protein Fruit Soy Bar dan Efeknya Terhadap Berat Badan Tikus Percobaan. (Skripsi). IPB: Bogor

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi: Gramedia: Jakarta






Tidak ada komentar:

Posting Komentar